Suara.com - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambut baik keputusan bersama empat menteri untuk memperbolehkan pembukaan sekolah pada Januari 2021. Para guru disebut sudah tak sabar kembali mengajar tatap muka.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi dengan yakin mengatakan bahwa hampir seluruh guru yang bernaung di PGRI setuju sekolah dibuka kembali dengan protokol kesehatan ketat.
"Berdasarkan survei kecil-kecilan yang kami lakukan, itu jawabannya 99 persen sebaiknya anak-anak sekolah, jangan dibiarkan di rumah," kata Unifah dalam diskusi bersama osc medcom, Rabu (25/11/2020).
"Jadi para guru kalau ditanya, kami rindu, anak-anak juga, kami harapkan pembukaan sekolah di bulan Januari, oke," katanya.
Baca Juga: Sekolah Akan Tatap Muka Mulai Januari 2021, Ini Kata Gubsu Edy Rahmayadi
Kata dia, PGRI lebih khawatir jika anak berada di rumah tanpa pengawasan orang tua yang justru bisa beresiko tertular, lalu menularkan virus corona.
"Bahaya mengintai karena anak-anak bisa main-main di luar, dan kedua bahaya dari sisi tidak membentuk karakter," ucapnya.
Namun, Unifah menegaskan kewenangan pembukaan sekolah yang diserahkan ke pemerintah daerah harus melalui berbagai persiapan dan pelaksanaan yang ketat mengikuti segala syarat yang sudah disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kepala daerah harus sungguh berhati-hati kalau mau dibuka atau tidak dibuka, PGRI terbuka untuk diskusi, karena lebih baik menyelamatkan semuanya, di sisi lain mereka juga perlu belajar," imbuh Unifah.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka per Januari 2021 tanpa mempertimbangkan zona resiko penularan Covid-19 lagi.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Bakal Dimulai Januari 2021, Ini Kata Pjs Bupati Bantul
Pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah bersama sekolah dan orang tua murid untuk mempersiapkan diri membuka sekolah.
Kebijakan ini dilakukan untuk menyelamatkan anak Indonesia dari ketertinggalan pelajaran karena berbagai masalah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti kondisi mental pelajar maupun tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga.
PJJ yang sudah berjalan sembilan bulan dinilai tidak efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata, terutama di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Keputusan ini diketok oleh empat menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Fachrul Razi, dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, serta direstui oleh Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.