Suara.com - Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan berdampak di kubu Partai Gerindra dan partai pendukung pemerintah yang lain.
Menurut analis kebijakan publik dari lembaga Political and Public Policy Studies Jerry Massie alasannya sederhana saja.
"Edhy Prabowo merupakan anak emasnya menteri pertahanan sekaligus Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto, bahkan tangan kanannya," kata Jerry kepada Suara.com, kamis (26/11/2020).
Edhy ditangkap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Baca Juga: Luhut Jadi Menteri KKP Ad Interim karena Menteri Edhy Prabowo Ditangkap KPK
Tetapi penangkapan terhadap wakil ketua umum Partai Gerindra itu, menurut Jerry, menyisakan tanda tanya.
"Kenapa Edhy, bukan yang lain yang ditangkap. Ini sebuah pertanyaan besar. Memang saya menduga dari awal ini terkait dengan ekspor benih lobster yang sempat dilarang menteri sebelumnya (Susi Pudjiastuti," kata Jerry.
Jerry menilai penangkapan terhadap Edhy bisa saja mempengaruhi hubungan Gerindra dan koalisi pendukung pemerintah.
Dari sisi penegakan hukum, penangkapan tersebut dinilai Jerry sebagai, "KPK mulai menancapkan gasnya."
KPK di bawah Firli Bahuri diharapkan semakin giat melakukan operasi tangkap tangan tanpa pandang bulu.
Baca Juga: Ditangkap KPK, Menteri Edhy Minta Maaf ke Prabowo: Sudah Ajarkan Banyak Hal
"Jangan dikendorkan, jangan hanya pilih-pilih. Apa itu menteri dari PDIP, Golkar atau partai lainnya tetap KPK konsisten dan menjaga kredibilitas dan konsitensi lembaga antirasuah," katanya.
"Yang ditangkap dengan istrinya, padahal Edhy sempat positif Covid-19 tapi masih bergerilya. Ini pelajaran terhadap menteri yang lain agar bersih dari korupsi. Biar tetap diingat istilah 'nama baik lebih berharga dari emas dan permata,"
Posisi Prabowo
Semenjak penangkapan terhadap menteri dari Partai Gerindra, muncul suara yang menginginkan Prabowo mundur dari kabinet.
"Kalau mundur barangkali akan sulit bagi Prabowo lantaran dia masih berencana maju pada perhelatan pilpres 2024 mendatang," kata Jerry.
"Paling tidak dia akan mencari alternatif pengganti bisa saja Sekjen Gerindra Ahmad Muzani atau Wakil Ketua DPR RI Zufmi Dasco Ahmad."
Penangkapan terhadap Edhy, kata Jerry, bisa mengganggu Gerindra yang kini sedang bersiap menyongsong pemilu presiden 2024.
"Soalnya menteri KKP bagian kunci Partai Gerindra apalagi istrinya anggota DPR dari partainya Prabowo Subianto. Jadi, memang bisa berdampak pada elektabilitas partai jika memang ditetapkan oleh KPK. Saat ini masih menggunakan asas praduga tak bersalah. Tapi kalau OTT memang rata-rata sudah tersangka."
Edhy Prabowo mundur
Edhy Prabowo menyatakan akan mengundurkan diri sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.
"Saya akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti akan mengundurkan diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri, dan saya yakin prosesnya sudah berjalan," kata Edhy di gedung KPK, Jakarta, dini hari tadi.
"Saya akan bertanggung jawab penuh saya akan hadapi dengan jiwa besar," ujar Edhy.
Edhy juga meminta maaf kepada keluarga dan masyarakat atas perbuatannya tersebut.
"Saya minta maaf ke ibu saya, saya yakin beliau menonton ini dan dalam usianya yang sudah sepuh ini saya yakin beliau tetap kuat. Saya juga minta maaf ke masyarakat khususnya masyarakat kelautan dan perikanan yang mungkin banyak yang terkhianati," kata Edhy yang sudah mengenakan jaket oranye.
Ia mengaku tidak melakukan pencitraan di depan umum dan mengaku akan membeberkan apa yang terjadi seluruhnya.
"Ini adalah kecelakaan yang terjadi. Saya akan tanggung jawab semua dan saya akan membeberkan apa yang saya lakukan. Ini tanggung jawab penuh saya dunia dan akhirat. Saya akan menjalani pemeriksaan ini Insya Allah mohon doa kepada teman-teman, saya minta maaf ke keluarga besar partai," ujar Edhy.
Edhy selanjutnya akan ditahan selama 20 hari pertama di rutan Gedung Merah Putih KPK.
Dalam perkara ini, Edhy selaku menteri KKP pada 14 Mei 2020 menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Edhy menunjuk Andreau Pribadi Misata selaku Staf Khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Safri selaku Staf Khusus Menteri sekaligus menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).
Salah satu tugas dari tim adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.
Selanjutnya pada awal Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT. DPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri.
Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT. ACK dengan biaya angkut Rp1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin (Sespri menteri KKP) dengan Andreau dan Siswadi (pengurus PT. ACK).
Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT. ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.
Selanjutnya PT. DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT. ACK.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT. ACK terdiri dari Amril Mukminin dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
Atas uang yang masuk ke rekening PT. ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amril Mukminin dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Fiqih sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri dan APM, antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS.
Belanja tersebut dilakukan pada 21 sampai dengan 23 November 2020.
"Sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi Pomolango, wakil ketua KPK.