Suara.com - Hakim Ketua Ignatius Eko Purwanto menegur Anita Kolopaking dalam sidang perkara gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkaham Agung (MA) atas terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Anita selaku saksi diminta untuk tidak mengubah keterangan dalam Berita Acara Penyidikan (BAP).
"Saya ingatkan saudara, saksi kan lawyer. Sebagai lawyer tahu konsekuensi tanda tangan BAP penyidikan. Makanya saya tanya kenapa cabut keterangan beda. Ketika saudara tanda tangan BAP tentunya saudara sudah baca isinya," kata Eko, Rabu (25/11/2020).
Semula, Jaksa KMS Ronny melayangkan sejumlah pertanyaan kepada Anita. Keterangan Anita yang berubah adalah soal pemesan tiket pesawat pada tanggal 19 November 2019.
Baca Juga: Desak Pinangki Gegara Uang, Anita Eks Pengacara Djoko Tjandra: Saya Dongkol
Pada tanggal tersebut, Anita bersama Pinangki terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk bertemu Djoko Tjandra. Di dalam BAP, Anita menyatakan jika tiket penerbangan tersebut dipesan oleh Pinangki.
Namun dalam ruang persidangan, Anita meralatnya dan mengaku tidak mengetahui darimana tiket penerbangan untuk dirinya menuju Kuala Lumpur.
Tak hanya itu, di dalam BAP Anita menyebut sosok Pinangki telah membuat 10 action plan pengurusan fatwa MA untuk Djoko Tjandra. Namun, dia kembali meralat dan menyatakan bahwa sosok Andi Irfan Jaya yang membuat action plan tersebut.
Kemudian, jaksa bertanya mengenai kesaksian Anita soal Djoko Tjandra yang menitipkan uang sebesar 500 ribu Dollar AS pada Andi Irfan Jaya. Padahal, di dalam BAP Anita sama sekali tidak menyebut nama eks kader Partai NasDem tersebut.
"Kenapa di BAP Saudara nggak bilang Andi Irfan Jaya? Ini kenapa enggak diceritakan di penyidik?" tanya Ronny.
Baca Juga: Marah Besar! Djoko Tjandra Ngamuk Merasa Kena Tipu Eks Jaksa Pinangki
"Jadi saya lupa figurnya Andi Irfan," jawab Anita.
"Tapi Saudara terima USD 50 ribu dari Andi Irfan Jaya apa terdakwa?" Ronny kembali bertanya.
"Dari terdakwa," singkat Anita.
Dakwaan Jaksa
Pinangki didakwa menerima uang senilai 500 ribu USD dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra --yang saat itu masih buron-- tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
Perkara ini dimulai saat Pinangki bertemu sosok Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Saat itu, Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra.
Kemudian, Anita Kolopaking akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Guna melancarkan aksi itu, Djoko Tjandra meminta Pinangkk untuk membuat action plan ke Kejaksaan Agung.
Pada tanggal 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Djoko Tjandra, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurus upaya hukum.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.