Suara.com - Seorang transgender bernama Ashley Diamond menuntut Departemen Pemasyarakatan atas tuduhan gagal melindungi dirinya dari serangan seksual saat berada di penjara.
Menyadur CBS News Rabu (24/11), Ashley adalah narapidana di Penjara Negara Bagian Pesisir di Savannah dan menyelesaikan gugatan serupa pada departemen itu pada tahun 2016.
Menurut gugatan itu, Diamond ditempatkan di penjara pria di mana dia diduga mengalami pelecehan seksual 14 kali dalam setahun oleh narapidana dan staf penjara.
Gugatan itu juga menjelaskan tentang dirinya yang menjadi sasaran pelecehan seksual dan tak mendapat perawatan yang diperlukan untuk disforia gendernya, yang membuatnya mencoba bunuh diri.
Baca Juga: Tahanan Millen Cyrus Dipindahkan ke Sel Khusus karena Transgender
"Menjadi wanita di penjara pria adalah mimpi buruk. Saya telah dilucuti dari identitas saya," kata Diamond dalam sebuah pernyataan.
"Saya tidak pernah merasa aman. Tidak pernah. Saya mengalami pelecehan seksual setiap hari, dan ketakutan akan kekerasan seksual selalu menjadi pemikiran yang membayangi."
"Saya mengajukan gugatan ini untuk membawa perubahan atas nama saya. dari komunitas yang layak mendapatkan martabat."
Joan Heath, juru bicara Departemen Koreksi Georgia, mengatakan departemen tidak mengomentari proses pengadilan yang tertunda.
Pada 2015, Diamond mengajukan gugatan atas kebijakan yang kaku di Departemen Koreksi Georgia untuk narapidana transgender.
Baca Juga: Tak Manusiawi Selebgram Transgender Millen Cyrus Ditahan di Sel Pria
Di sana narapidana hanya bisa melanjutkan pengobatan yang mereka terima sebelum dihukum dan narapidana tak bisa memulai perawatan baru.
Diamond, yang didiagnosis menderita disforia gender saat remaja, mengatakan tidak diizinkan melanjutkan perawatan hormonnya.
Departemen Kehakiman mengatakan praktik itu tidak konstitusional dan mengatakan Amandemen Kedelapan mengharuskan petugas penjara untuk merawat disforia gender narapidana.
Diamond menyelesaikan gugatannya terhadap negara dengan jumlah yang tidak diungkapkan pada tahun 2016 dan Departemen Koreksi Georgia mengakhiri kebijakannya, menurut Pusat Hukum Kemiskinan Selatan.