Suara.com - Organisasi masyarakat sipil yang konsen kepada buruh migran yakni Migrant Care turut mengajukan permohonan gugatan uji formil UU Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi atau MK.
Gugatan ini dilayangkan lantaran UU Cipta Kerja dianggap hanya memperlemah perlindungan dan melenggangkan perdagangan pekerja migran.
"Di sisi materil terkait perlindungan pekerja migrant UU Cipta Kerja itu memperlemah pekerja migrant yang selama ini baru disahkan UU barunya melalui proses revisi selama 7 tahun artinya proses revisi berjalan 7 tahun itu akan menjadi sia-sia dengan adanya ketentuan baru dalam UU Cipta Kerja," kata Anis Hidayah perwakilan Migrant Care, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020).
Anis mengatakan, UU Ciptaker telah menurunkan atau menggugurkan aturan yang telah diatur dalam UU nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migrant. Salah satu pasal yang dinilai memperlemah perlindungan pekerja migran yakni ada di pasal 84 UU Cipta Kerja.
Baca Juga: MK Sidang Perdana UU Cipta Kerja Gugatan Serikat Pekerja
Pasal 84 UU Cipta Kerja sendiri menyatakan; Pada saat berlakunya UU tentang Cipta Kerja, pengertian atau makna SIP3MI (Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) dalam UU nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan mengenai perizinan berusaha.
"Sehingga itu menjadi celah kamudian akan memperburuk perlindungan pekrrja migrant dan diduga kuat akan semakin melanggengkan praktek-praktek perdagangan orang yang selama ini diduga dilakukan oleh perusahaan penyalur pekerja migran begitu," ungkapnya.
Untuk itu, Anis menyatakan, pihaknya merasa perlu berkepentingan mengajukan gugatan judicial review ke MK.
Adapun Migrant Care dalam pengajuan uji formil UU Cipta Kerja ke MK hari ini berstatus sebagai pemohon tambahan. Pasalnya, uji formil sudah diajukan sebelumnya oleh elemen masyarakat adat hingga akademisi dan sudah menjalani sidang perdananya pekan lalu.