Saksi Ungkap Ada Permintaan Hapus Nama Djoko Tjandra Dalam ECS

Senin, 23 November 2020 | 18:57 WIB
Saksi Ungkap Ada Permintaan Hapus Nama Djoko Tjandra Dalam ECS
Sidang kasus suap skandal red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) turut menghadirkan saksi bernama Sandi Andaryadi dalam sidang perkara kepengurusan red notice atas terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo, Senin (23/11/2020).

Sandi merupakan Kepala Sub Direktorat Cegah Tangkal Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkumham periode 2018 - 2020.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Sandi menyebut ada permintaan perihal penghapusan nama terdakwa Djoko Tjandra dari Polri dalam Enchanced Cekal System (ECS). Diketahui, ECS adalah sistem yang memuat nama-nama orang yang dicekal karena tersandung hukum.

Sebelum masuk ke dalam ECS, orang yang bermasalah itu harus diajukan terlebih dahulu oleh aparat penegak hukum. Misalnya, Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga lain yang mempunyai kewenangan pencekalan.

Baca Juga: Ikut Disidangkan, Komjen Setyo Wasisto Jadi Kasus Suap Brigjen Prasetijo

Sandi mengungkapkan, pihaknya menerima dua pucuk surat bernomor 1.032 dan 1.036 dari Divisi Hubungan Internasional Polri. Surat tertanggal 4 dan 5 Mei 2020 tersebut ditandatangani oleh Brigjen Nugroho Slamet Wibowo selaku Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri.

"(Kedua) surat tersebut berasal dari Hubinter dan ditandatangani oleh Ses NCB Indonesia atas nama (Brigjen Nugroho) Slamet Wibowo, kalau tidak salah. Dua-duanya ditandatangani oleh pejabat yang sama," demikian kesaksian Sandi di ruang persidangan.

Sandi memaparkan, pada surat tertanggal 4 Mei 2020, berisi soal pembaharuan data yang tengah dilakukan NCB Interpol Indonesia. Dalam surat tersebut, terdapat penegasan yang menyebutkan kalau pihak NCB Interpol Indonesia berwenang menerbitkan red notice -- bukan daftar pencarian orang (DPO).

"Berisi perihal mengenai pembaharuan data yang sedang dilakukan NCB Interpol 1996-2020, dan penegasan kembali bahwa NCB berwenang menerbitkan red notice, bukan DPO," ungkapnya.

Selanjutnya, pada surat tertanggal 5 Mei 2020 berisi penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol sejak 2014. Padahal, Djoko Tjandra masih berstatus buronan kasus cassie Bank Bali.

Baca Juga: Irjen Napoleon Minta Penahanan Ditangguhkan, Hakim Masih Pikir-pikir

"Di surat (tanggal 5) itu diinformasikan bahwa red notice nomer A sekian sekian tahun 2009 atas nama Joko Soegiarto Tjandra sudah terhapus dari sistem basis data Interpol," papar Sandi.

Sandi menyatakan, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu, hingga akhirnya Divisi Hubungan Internasional Polri mengirim surat kepada Direktorat Cegah Tangkal Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkum dan HAM.

Berkenaan dengan hal tersebut, Sandi menyebut jika surat tersebut merupakan insiasi langsung dari Divisi Hubungan Internasional Polri. Dia melanjutkan, pihaknya kemudian berdiskusi dan sepakat untuk menghapus nama Djoko Tjandra dalam ECS yang sudah dimasukkan sejak 2015.

"Karena kami melihat bahwa rujukan untuk mencantumkan nama Joko Tjandra itu merujuk pada red notice, yang kemudian pada surat tanggal 5 disebutkan bahwa red notice (Joko Tjandra) sudah terhapuskan dalam sistem. Sehingga tidak ada rujukan atau dasar untuk menempatkan nama dalam sistem kami," tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI