Suara.com - Komjen (Purn) Setyo Wasisto duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara kepengurusan red notice atas terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo, Senin (23/11/2020).
Dalam sidang kali ini, Setyo memberikan kesaksian dalam kapasitasnya sebagai mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia periode 2013 - 2015.
Setyo mengatakan, dia sempat melayangkan surat terhadap dua negara anggota Interpol mengenai pergerakan terdakwa Djoko Tjandra -- yang saat itu masih berstatus buronan kasus cassie Bank Bali. Dua negara itu adalah Taiwan dan Korea Selatan.
Mantan Kadiv Humas Polri itu menyatakan, NCB Interpol Indonesia menyurati Taiwan pada 2014 lantaran ada informasi tentang keberadaan Djoko Tjandra di sana. Dengan demikian, pihaknya meminta kerjasama dengan Interpol Taiwan guna memburu Djoko Tjandra.
Baca Juga: Ikut Disidangkan, Komjen Setyo Wasisto Jadi Kasus Suap Brigjen Prasetijo
"Pertama, saya pernah menyurat ke Interpol Taiwan karena ada info jika saudara Djoktjan sering ke sana. Sehingga kami minta kerja sama dengan interpol Taiwan untuk meminta atensi," ujar Setyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Setahun berselang, NCB Interpol Indonesia turut berkirim surat ke Negeri Gingseng. Pasalnya, ada informasi yang menyebutkan jika anak Djoko Tjandra menikah di sana.
"Kedua, kami pernah menyurat ke Interpol dan perwakilan polisi Korea. Kami mendapat info putra atau putri Djoktjan menikah di Korea. Dalam kurun waktu jabatan saya. Saya lupa, Taiwan 2014, Korea 2015 kalau tidak salah," jelasnya.
Selama menjabat sebagai Sekretatis NCB Interpol Indonesia, Setyo memastikan jika status red notice Djoko Tjandra masih aktif. Dia menjelaskan, status tersebut keluar atas permintaan Kejaksaan Agung pada 2009.
"Saya melakukan surat menyurat dengan merujuk nomor kontrol red notice saudara Djoko Tjandra dan itu selalu kami tembuskan ke Lyon, Prancis dan tidak pernah ada penolakan yang berarti. Menurut saya (red notice Joko Tjandra) masih berlaku," beber Setyo.
Baca Juga: Irjen Napoleon Minta Penahanan Ditangguhkan, Hakim Masih Pikir-pikir
Setyo memaparkan, status red notice, Djoko Tjandra masih aktif merujuk pada adendum baru pada 20 Februari 2014. Pada adendum itu disebutkan, kasus yang merundung Djoko Tjandra merupakan kasus tindak pidana korupsi -- bukan tindak pidana umum.
Dengan demikian, dia lantas membuat surat yang ditujukan pada negara-negara anggota Interpol yang diduga dikunjungi oleh Djoko Tjandra. Pasalnya, negara-negara yang masuk dalam Interpol akan memberikan atensi kepada buronan yang terjerat tindak pidana korupsi.
"Setahu saya dari Interpol akan lebih atensi kalau itu kasus korupsi. Kalau penggelapan tindak pidana biasa. Itu akan diatensi oleh interpol pusat ketika kasus korupsi," beber dia.
Tak hanya itu, Setyo turut membuat surat peringatan yang dilayangkan pada Kejaksaan Agung dan Direoktorat Jenderal Imigrasi. Alasannya, ada informasi yang menyebutkan jika orang tua Djoko Tjandra meninggal pada 2015.
Sehingga, besar kemungkinan Djoko Tjandra pulang ke Tanah Air. Dalam surat itu disebutkan, ada perubahan nama dari Djko Tjandra menjadi Joe Chan dan paspornya berasal Papua Nugini.
Selanjutnya, tim NCB Interpol Indonesia meminta agar kedua lembaga itu tidak kecolongan. Tak hanya itu, tim gabungan antara Polri, Imigrasi, dan Kejagung melakukan pemantauan di tiga lokasi, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Lanud Halim Perdana Kusuma, dan pemakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.
"Kami langsung bergerak. Kami ingat betul mendapat laporan pelaksanaan tugas kegiatan tersebut baik di rumah duka, pemakaman maupun bandara. Ternyata nihil tidak diketemukan," ungkap Setyo.