Eks PM Malaysia Sebut Anak Indonesia Belajar Agama Kebanyakan, Benarkah?

Senin, 23 November 2020 | 15:09 WIB
Eks PM Malaysia Sebut Anak Indonesia Belajar Agama Kebanyakan, Benarkah?
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad saat kunjungan di Masjid Putra Putrajaya. ANTARA FOTO/Agus Setiawan
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"...Pelan-pelan anak-anak sekolah negeri di Indonesia akan tertinggal dalam penguasaan sains. Umurnya habis untuk menghafal ayat-ayat dan doa, belajar soal haram, dosa, bidadari, menghitung pahala, mencari dalil, memikirkan akerat. Setelah kalah bersaing lalu memusuhi pemerintah dan mendirikan negara syariah sebagai solusi semuanya (Mahathir Mohammad)".

Dikutip dari Antara, tidak ditemukan kebenaran perihal pernyataan Mahathir Mohamad tentang pendidikan di Indonesia, terkhususnya soal pelajaran agama sebagaimana diklaim oleh unggahan Facebook tersebut.

Merujuk pemberitaan Tempo.co berjudul "Mahathir Mohamad Akan Kurangi Silabus Agama di Sekolah Malaysia" pada 22 Desember 2018, Mahathir memberikan pernyataan terkait rencana pengurangan silabus pembelajaran agama di Malaysia.

Menurut dia, pembelajaran agama dapat mengurangi kemampuan dalam mata pelajaran lain yang diperlukan untuk mencari pekerjaan.

"Seseorang telah mengubah kurikulum di sekolah dan sekolah negara telah menjadi sekolah agama," demikian pernyataan Mahathir Mohamad.

Bagaimana Mutu Pendidikan di Indonesia?

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoal mutu pendidikan Indonesia mengatakan, kualitas dan mutu pendidikan belum seragam dan tidak memiliki standar mutu yang sama antara sekolah satu dengan yang lainnya.

"Kondisi kualitas pendidikan kita masih sangat bervariasi, tidak hanya antardaerah tetapi juga antarlembaga pendidikan. Selain itu, lembaga pendidikan kita antardaerah belum seluruhnya memiliki standar dan mutu yang sama," ungkapnya membuka FGD Penguatan Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) virtual beberapa waktu lalu.

Menurut Ma'ruf Amin, kesenjangan pendidikan salah satu terjadi lantaran SDM tenaga pengajar belum berkualitas.

Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Harus Fokus Pada Keberlanjutan

Oleh sebab itu, dia menegaskan jenjang pendidikan terakhir seorang guru menjadi penentu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI