Suara.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menjawab ihwal Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (BPIP) yang ditolak sejumlah fraksi untuk dimasukan ke dalam Prolegnas Prioritas 2021. RUU tersebut dinilai masih memantik polemik apabila harus dibahas.
Diketahui sebelum berubah nama, RUU tentang BPIP sebelumnya bernama RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). RUU itu kemudian menau kontroversi di tengah masyarakat hingga akhirnya namanya diubah.
Menanggapi kekhwatiran sejumlah fraksi di Badan Legislasi DPR menyoal RUU BPIP, Yasonna kemudian menegaskan bahwa RUU itu sudah berbeda dengan sebelumnya yang disampaikan DPR hingga akhirnya kontroversial.
"Saya kira kalau kami kan pemerintah sudah menjawab tentang rencana undang-undang BPIP ini dalam DIM itu benar-benar konteksnya sudah sangat berbeda oleh apa yang disampaikan DPR," kata Yasonna dalam rapat di Baleg DPR, Senin (23/11/2020).
Baca Juga: DPR: Jangan Takut-takuti Warga di Klaster Rizieq Agar Testing dan Tracing
Menurut Yasonna, RUU tentang BPIP lebih mengatur kepada hal pembentukan institusi ketimbang hal fundamental di mana sebelumnya diatur dalam RUU HIP.
"Saya kira nanti di panja akan disampaikan. Sudah tidak lagi seperti apa yang disampaikan. DIM pemerintah sudah sangat jelas. Saya kira tidak ya, lebih menjadi pembentukan institusi daripada menyangkut beberapa hal yang fundamental," kata Yasonna.
4 Fraksi Menolak
Sebanyak 37 Rancangan Undang-Undang (RUU) sudah diinventarisasi untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas atau Prolegnas Prioritas tahun 2021.
Meski sudah diinventarisasi, Wakil Ketua Baleg DPR menegaskan daftar tersebut belum final.
Baca Juga: Komisi I DPR: TNI Bantu Copot Baliho Habib Rizieq Tak Salahi Fungsi
Ia mengatakan keputusan mengenai RUU mana saja yang resmi masuk Prolegnas Prioritas tahun 2021 baru akan dibahas Rabu besok.
“Keputusan RUU mana saja yang masuk Prolegnas Prioritas 2021 akan dilakukan besok," kata Willy dalam rapat di Baleg DPR, Selasa (17/11/2020).
Adapun 37 RUU yang diinventarisasi tersebut terdiri dari 27 RUU usulan DPR, sembilan RUU pemerintah, dan satu RUU usulan DPD.
Di antara 27 RUU usulan DPR, terdapat RUU tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila yang turut masuk. Diketahui RUU tersebut sebelumnya bernama RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sempat menuai kontra.
Menanggapi adanya RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila, sejumlah fraksi di Baleg menyatakan penolakan.
Anggota Baleg Fraksi PKS Mulyanto misalnya. Ia memandang RUU HIP berpotensi mengundang dinamika kembali di tengah masyarakat apabila dimasujan ke dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2021. Karena itu Mulyanto meminta agar RUU HIP tidak dimasukan dalam Prolegnas Prioritas 2021.
"Jadi kami setuju dengan teman2 yg lain agar ruu hip ini kita pending dulu ya. Karena suasananya belum memungkinkan.
Penolakan juga disampaikan oleh Anggota Baleg Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo. Firman mempertanyakan perihal surat presiden terkait RUU HIP yang belum diketahui lebih lanjut oleh semua anggota.
"Tapi yang jelas bahwa dengan situasi politik seperti sekarang ini rasanya jika kita paksakan tidak menguntungkan. Oleh karena itu sikap Partai Golkar ini mohon betul-betul bisa dipertimbangkan karena ini sudah diluncurkan pemerintah maka kami mengimbau pemerintah hendaknya bisa menunda HIP ini," kata Firman.
Sementara itu Anggota Baleg Fraksi PKB, Abdul Wahid menganggap RUU HIP merupakan hal yang terlalu sensitif untuk dibahas seiring dengan polemik yang belakangan ditimbulkan.
"Menurut saya kita jangan terlalu banyak membahasa tentang hal-hal yang sensitif yang dulu menimbulkan sedikit keributan di media dan masyarakat tentang hal ini. Maka menurut saya ini perlu dipertimbangkan lagi soal ideologi Pancasila ini," kata Wahid.
Anggota Baleg Fraksi PAN, Zainuddin Maliki menyatakan hal senada. Ia mempertanyakan sikap pimpinan DPR terkait RUU HIP.
"Tentang HIP, seingat saya pimpinan DPR dulu menjanjikan kepada masyarakat untuk bukan hanya menunda tapi membatalkan ini dari draf prolegnas pada saat itu. Oleh karena itu saya kira karena ini masalah yang krusial mendapatkan resistensi yang tinggi dari masyarakat, saya kira kita perlu pertimbangkan untuk tidak memasukannya dalam prioritas 2021," tutur Zainuddin.