Suara.com - Kekosongan kepemimpinan dan hadirnya Habib Rizieq Shihab menjadi pendulum baru yang disinggung oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi tema baru dalam perbincangan politik beberapa hari terakhir.
Analis politik dari lembaga Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Imam mengatakan, "membaca pernyataan Pak JK mengenai kekosongan kepemimpinan dan kehadiran HRS menjadi pendulum baru, bisa iya dan bisa tidak."
Yang pasti, menurut Arif, kehadiran Habib Rizieq akan menambah motivasi dan kepercayaan diri kekuatan politik yang merepresentasikan Islam, dimana Habib Rizieq merupakan aktor yang ada dispektrum itu.
"Kalau jadi pendulum baru, saya kira belum tentu, namun ketokohan HRS memang bisa menjadi vote better politik," kata Arif kepada Suara.com, Senin (23/11/2020).
Baca Juga: Habib Rizieq Dikabarkan Sakit Bergejala Covid-19, Bakal Tes Swab Mandiri
Dalam sejarah politik Indonesia, kata Arif, kekuatan politik yang merepresentasikan Islam terus menyusut atau minimal stagnan, bukan makin membesar.
"Jadi kemungkinan menjadi pendulum baru, peluangnya tak begitu besar," kata dia.
Apa makna kekosongan kepemimpinan yang dimaksud Jusuf Kalla? "Kepemimpinan secara formal tentu ada, tetapi kepemimpinan kultural mungkin saja yang terjadi penggerusan sehingga mengarah kekosongan kepemimpinan kultural," katanya.
Jusuf Kalla diminta jujur
Supaya jelas maksud dan tujuannya, politikus Partai Solidaritas Indonesia Dedek Prayudi meminta Jusuf Kalla untuk berterus terang saja kepada publik.
Baca Juga: Viral Video Pria Getol Pasang Baliho Habib Rizieq: Lu Copot Gue Pasang Lagi
"Buat sebagian, opini Pak JK diarahkan ke Pak Anies, buat sebagian lain diarahkan ke Pak Jokowi. Buatku, FPI sengaja diciptakan dan dipelihara pihak tertentu untuk jadi 'anjing penggigit' dan vote getter. Ngaku ajalah Pak JK," kata Dedek.
Namun, politikus Ferdinand Hutahaean mengatakan Indonesia sebenarnya tidak dalam kekosongan kepemimpinan, tetapi ada sekelompok orang yang kecewa dalam "kontestasi demokrasi." Ferdinand menganggap Jusuf Kalla terlalu berlebihan dalam memaknai keadaan sekarang.
"Tidak ada fenomena, tidak ada kekosongan kepemimpinan. Pak JK berlebihan menilai sesuatu. Yang terjadi itu hanya sekelompok yang kecewa karena kalah dalam kontestasi demokrasi sehingga melakukan pembangkangan dan berupaya mengaduh-aduk situasi."
"Bapak tentu sangat paham tentang ini, iya kan?" kata Ferdinand.
Ferdinand juga tidak sependapat dengan penilaian Jusuf Kalla bahwa ada yang salah dengan sistem demokrasi Indonesia. Yang salah, menurut Ferdinand, "yang menggunakan politik identitas untuk mengejar kekuasaan. Jualan agama, ayat dan Tuhan serta surga. Itu memang salah dalam demokrasi."
Menurut kesimpulan Ferdinand, sebenarnya Jusuf Kalla tahu dan paham siapa yang melakukan itu sejak pilkada Jakarta tahun 2017 dan pemilu presiden 2019.
Dalam webinar itu, Jusuf Kalla melontarkan sindiran kepada wajah demokrasi negeri ini.
"Kenapa masalah Habib Rizieq begitu hebat permasalahannya sehingga polisi tentara turun tangan, seperti hadapi sesuatu yang guncang. Kenapa?" ujar Jusuf Kalla dalam tayangan video kanal YouTube PKS TV.
"Menurut saya karena ada kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas. Ada kekosongan itu."
"Begitu ada pemimpin yang karismatik, katakanlah karismatik, atau berani berikan alternatif, maka orang mendukungnya," kata Jusuf Kalla.