Suara.com - Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN, Guspardi Gaus mengatakan, keberadaan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 yang memberikan sanksi pemberhentian kepada kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan tidak serta merta dapat dilakukan.
Sebab, kata Guspardi, kepala daerah bukan ditunjuk langsung oleh Mendagri maupun Presiden. Melainkan merupakan hasil dari suara rakyat yang diambil melalui pemilihan.
"Itu tidak bisa serta merta secara langsung dapat memberhentikan atau mencopot kepala daerah. Apalagi kepala daerah bukan dipilih oleh presiden atau mendagri melainkan dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada dan jabatannya adalah politis.
Menurut Guspardi, bahwa urusan pemberhentian kepala daerah bukan perkara sederhana. Mengingat mekanisme soal hal itu sudah diatur sendiri melalui dan undang-undang.
Baca Juga: Kepala Daerah Melanggar Bisa Dipecat, Ini Isi Lengkap 6 Instruksi Mendagri
"Pemberhentian kepala daerah tidak diatur oleh instruksi menteri. Proses pelaksanaan pemberhentian kepala daerah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini sebagaimana termaktub dalam diktum keempat Instruksi Mendagri tersebut," papar Guspardi.
Terlepas dari sanksi, Guspardi mengatakan substansi dari Instruksi Mendagri ialah meminta kepala daerah di masing-masing wilayah untuk memastikan penegakan protokol kesehatan dan penanganan dan pengendalian penyebaran Covid-19 sebagai prioritas utama.
"Jadi hal yang wajar jika mendagri dalam kapasitasnya sebagai pembina kepala daerah baik gubernur, bupati dan wali kota memberikan instruksi untuk mengingatkan seluruh kepala daerah. Agar secara disiplin dan konsisten menegakan kepatuhan protokol kesehatan demi mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat," Guspardi melanjutkan.
Copot Kepala Daerah yang Langgar Prokes
Buntut dari pembiaran kerumunan massa yang terjadi dalam rentetan acara pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab disikapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Baca Juga: Lengkap! 6 Instruksi Mendagri tentang COVID-19 untuk Kepala Daerah
Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penegakkan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Instruksi Mendagri 6/2020 itu dikeluarkan di Jakarta pada Rabu (18/11/2020) dan diteken oleh Tito. Instruksi tersebut dijelaskan adanya peraturan perundang-undangan yang dibuat berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Kepala Daerah.
Hal tersebut dibuat untuk penanganan pandemi Covid-19.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan itu, maka Mendagri menginstruksikan Gubernur dan Bupati/ Wali Kota untuk menegakkan secara konsisten protokol kesehatan (prokes) Covid-19 guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing.
"Berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut," demikian tertulis dalam Instruksi Mendagri yang dikutip Suara.com, Rabu (18/11/2020).
Kemudian, para pimpinan daerah yang disebut juga diinstrukan untuk melakukan langkah-langkah proaktif guna mencegah penularan Covid-19 dan tidak hanya bertindak responsif atau reaktif. Menurutnya, mencegah lebih baik ketimbang menindak.
"Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir," ujarnya.
Sesuai dengan Pasal 78 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, kepala daerah bisa diberhentikan.
Hal tersebut berlandaskan karena dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah/ wakil kepala daerah. Selain itu dikarenakan tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b.
"Berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian," terangnya.