Mantan Jenderal Ini Ungkap Poin Tambahan di 'Red Notice' Djoko Tjandra

Bangun Santoso Suara.Com
Jum'at, 20 November 2020 | 07:32 WIB
Mantan Jenderal Ini Ungkap Poin Tambahan di 'Red Notice' Djoko Tjandra
Terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra menjalani sidang dakwaan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Setyo menjelaskan bahwa "red notice" adalah mekanisme dari Interpol yaitu permintaan negara anggota Interpol kepada anggota lain yang berjumlah 193 negara untuk menangkap dan menahan buronan.

"Misal Indonesia minta seluruh negara anggota Interpol, apabila ada orang buron atau DPO (Daftar Pencarian Orang) agar menangkap dan menahan dan memberitahu negara penerbit interpol tersebut," ungkap Setyo.

Menurut Setyo, semua penegak hukum baik Kejaksaan Agung, KPK maupun Polri dapat membuat permintaan kepada Interpol melalui Divhubinter Polri selaku fasilitator dan koordinator Interpol Indonesia.

"Pengajuan 'red notice' itu oleh instansi, bukan perorangan, dalam hal ini penyidik. Kemudian untuk permintaan penghapusan juga harus dilengkapi dengan berkas-berkas, contoh buronan atau DPO itu meninggal dunia harus ada surat kematian, dilaporkan ke Interpol di Lyon bahwa kasusnya sudah selesai karena yang bisa mencabut 'red notice' itu dari Interpol Lyon," jelas Setyo.

Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 dolar AS serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra didakwa melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung. (Sumber: Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI