Mantan Jenderal Ini Ungkap Poin Tambahan di 'Red Notice' Djoko Tjandra

Bangun Santoso Suara.Com
Jum'at, 20 November 2020 | 07:32 WIB
Mantan Jenderal Ini Ungkap Poin Tambahan di 'Red Notice' Djoko Tjandra
Terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra menjalani sidang dakwaan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Kadiv Humas Mabes Polri Komjen Pol (Purn) Setyo Wasisto menyebut "red notice" Interpol atas nama terpidana korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra mengalami beberapa kali adendum atau tambahan.

"Saya ingat ada beberapa adendum, adendum itu tambahan, yang saya ingat bahwa ada tambahan karena ada informasi bahwa Djoko Tjandra mengubah nama dan menggunakan paspor baru, maka kami kirim ke Interpol untuk diterbitkan adendum," kata Setyo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Setyo menjadi saksi untuk terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra yang didakwa melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum dan permufakatan jahat.

Setyo diketahui adalah Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri pada 23 Desember 2013 - Agustus 2015.

"Sehingga apabila dicari, nama-nama ini muncul, termasuk adendum terakhir 2019, bulan Februari. Adendum itu menyatakan karena dari penyidik Kejaksaan Agung bahwa kasus Djoko Soegiarto Tjandra hanya korupsi, kasus penggelapannya tidak, itu adendumnya," ungkap Setyo.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Divhubinter Polri pertama kali menerbitkan "red notice" No. : A-1897/7-2009 tanggal 10 Juli 2009 atas nama Djoko Soegiarto Tjandra karena permintaan Kejaksaan Agung karena tidak dapat mengeksekusi putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009 yang menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun dan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Djoko Tjandra.

Selain adendum, Setyo juga mengirimkan surat Nomor R/08/II/2015/Divhubinter pada 12 Februari 2015 perihal DPO atas nama Djoko Tjandra alias Joe Chan warga negara Papua Nugini kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.

"Betul saya yang menandatangani surat itu pada 12 Februari 2015, karena muncul di koran Kompas, yang menyatakan bahwa orang tua dari saudara Djoko Soegiarto Tjandra meninggal dunia. Kemudian anggota kami melapor, karena melapor kami buat surat karena ini harus cepat," ungkap Setyo.

Setyo mengaku surat itu bersifat memperingatkan Ditjen Imigrasi.

Baca Juga: Komjen Setyo Akui Keluarkan Surat Warning Djoko Tjandra saat Ayahnya Wafat

"Sifatnya mengingatkan karena kemungkinan karena orang tuanya meninggal, Djoko Tjandra akan datang ke Indonesia. Kami mengingatkan Kejaksaan sebagai pemegang kasusnya dan kepada Imigrasi sebagai tempat perlintasan imigrasi. Surat itu bersifat mengingatkan karena kemungkinan logikanya kalau orang tua meninggal, akan datang itu mengingatkan agar kita waspada," tambah Setyo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI