Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian buka suara terkait pernyataan Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono yang menyebut pemerintah telah gagal menghadapi kepulangan Habib Rizieq Shihab hingga mencopot dua kapolda untuk dijadikan kambing hitam.
Menurutnya, pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi merupakan konsekuensi atas kinerja pimpinan kepolisian dalam menegakkan protokol kesehatan di masa pandemi Corona.
"Itu kesalahan yang menjadi pembelajaran kepala daerah dan pimpinan daerah," kata Donny saat dihubungi Suara.com, Kamis (19/11/2020).
Dia pun menjelaskan jika kebijakan pembatasan sosial di daerah menjadi kewenangan kepala daerah dan pimpinan di wilayahnya masing-masing termasuk Kapolda.
Baca Juga: Protes Rizieq, Massa Berkaos Duta Jokowi Buang Rompi Satgas Covid ke Jalan
"(Kerumunan massa Habib Rizieq di Petamburan dan Megamendung) Itu kan wewenang dari kepala daerah dan pimpinan di daerah termasuk Kapolda. Kan ada lapisan wewenang yang bertanggu ngjawab tentu saja adalah Kapolda DKI dan Jawa Barat," ujarnya.
Donny menuturkan pemerintah daerah dan pimpinan di daerah, harusnya sudah bisa mengantisipasi jika Rizieq datang menghadiri sebuah acara. Namun kata Donny, permasalahannya yakni pimpinan di daerah termasuk Kapolda membiarkan Rizieq menggelar pesta pernikahan putrinya pada Sabtu (14/11/2020), yang berpeluang menimbulkan klaster baru Covid-19.
"Kalau pun Habib Rizieq datang, harusnya sudah bisa diantisipasi dan yang paling penting, kekeliruannya bukan itu, membiarkan pesta pernikahanan yang kemudian berpeluang menimbulkan klaster baru covid," ucap dia.
Donny menyebut bahwa pelaksana kebijakan pemerintah pusat di daerah adalah kepala daerah dan pimpinan daerah Sehingga mereka dalam hal ini Kapolda, bertanggungjawab pada kerumunan massa yang terjadi di acara yang digelar Rizieq.
"Sekali lagi, pelaksana pemerintah pusat kebijakan daerah dalah kepala daerah dan musyawarah pimpinan daerah. Jadi wajar kemudian ada yang bertanggungjawab untuk hal itu," katanya.
Baca Juga: Berkaos Duta Jokowi, Relawan Covid-19 Kompak Mundur Imbas Kerumunan Rizieq
Pandu Riono sempat mempertanyakan kebijakan Kepolisian RI yang mencopot Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat yang diduga akibat tak bisa menegakkan protokol kesehatan di acara Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Pandu menilai para pimpinan kepolisian itu hanya menjadi kambing hitam atas kegagalan pemerintah pusat mengantisipasi kepulangan Rizieq yang sudah pasti akan menimbulkan kerumunan massa.
Menurutnya, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang seolah merestui kerumunan tersebut terjadi, padahal negara semestinya bisa melakukan langkah antisipasi.
"Ini kan menangani pandemi, jadi ini tindakan yang dilakukan oleh Pak Mahfud dan sebagainya itu menurut saya dipolitisir, ya ngapain dia (Mahfud) ngurusin ginian, saya mau tanya, kenapa pemerintah pusat tiba-tiba panik mencari orang yang bisa dikambinghitamkan, Kapolda dan sebagainya itu?" ucap Pandu saat dihubungi Suara.com, Selasa (17/11/2020).
"Kan sebenarnya misalnya seminggu sebelum Rizieq datang itu kan sudah tahu semua orang bahwa akan ada dijemput massa, Pak Mahfud yang bertanggung jawab bilang 'ya silakan asal jangan anarki', nah itu kan sudah izin, omongan pejabat publik selevel dia itu memberikan green light, ternyata apa yang terjadi? banyak banget, macet, ya sudah pastilah, satu mobil tabrakan saja bisa macet apalagi orang banyak seperti itu," imbuhnya.
Mahfud MD memang tidak melarang atau justru mempersilahkan prosesi penjemputan Rizieq hanya dengan catatan tidak mengganggu ketertiban umum, nyatanya penjemputan itu membuat ratusan penerbangan terganggu karena akses bandara dipenuhi oleh penjemput Rizieq.