Reuters melaporkan, kebuntuan politik di Beirut bertambah rumit setelah AS memberi sanksi terhadap Gebran Bassil, menantu Presiden Michael Aoun, yang memimpin Gerakan Patriotik Bebas (FPM), partai Kristen terbesar di Lebanon.
Bassil dituduh melakukan korupsi dan berafiliasi dengan Hizbullah. Organisasi paramiliter pro-Iran yang juga aktif di parlemen itu dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS.
Namun Bassil menepis dakwaan tersebut. Menurut sejumlah sumber Reuters di pemerintah, kebuntuan berpangkal pada upaya Aoun dan Bassil menempatkan sejumlah menteri beragama Kristen di dalam kabinet yang berjumlah 18 orang itu.
Sementara Hariri ingin membentuk kabinet Zaken yang diisi para ahli dan tidak memiliki kaitan dengan partai-partai politik.
Sebab itu lingkaran politik di Lebanon menuduh Bassil sebagai dalang kebuntuan tersebut. Penasehat Macron, Durell, dikabarkan menemui Hizbullah dan meminta kelompok Syiah itu menggandakan tekanan politik terhadap Bassil.
Namun permintaan itu ditolak atas alasan politis.
Ancaman kebangkrutan
Reuters melaporkan saat ini pemerintah Lebanon menguras cadangan devisa asing senilai USD 17,9 miliar (Rp 253,8 triliun) untuk membiayai anggaran negara.
Oleh karena itu sejumlah politisi mewanti-wanti terhadap kebuntuan berkepanjangan.
Baca Juga: Sinopsis Film Beirut, Thriller Politik Berlatar Perang Sipil di Lebanon
“Pesan dari Prancis sudah sangat jelas, tidak ada pemerintahan, tidak ada reformasi, maka selamat tinggal,” kata sumber lain di pemerintahan Lebanon.