Sementara, ketika Rasulullah masih dalam posisi lemah di Mekah, hinaan dan cercaan yang diterima Rasulullah tak pernah ditanggapi.
Pergeseran ini cukup tajam dari Nabi pembawa rahmat (nabiyyur rahmah) di Mekkah menjadi Nabi pembawa senjata (Nabiyyul aslihah) di Madinah.
Nabi memainkan strategi ganda bagi para penistanya, baik dari kalangan umatnya sendiri maupun di luar kalangan umatnya: pertama, membiarkan para penista Nabi dan kedua, menjatuhkan sanksi bunuh.
Lantas, muncul pertanyaan benarkah hukuman bagi penghina nabi dan ulama adalah dibunuh? Namun, mengapa ada penghina nabi yang hanya dihukum diusir ke luar kota?
Jika kita melihat sekilas dan tidak mau menelaah lebih dalam, apalagi cara memahami agama di masa para ulama ini lebih banyak didominasi oleh pendekatan kebahasaan dan banyak mengabaikan aspek historisitas, kita akan berkesimpulan bahwa pembunuh Nabi wajib dibunuh. Kesimpulan ini sebenarnya terlalu tergesa-gesa.
Penjelasan Lengkap Riwayat Penghina Nabi Dibunuh
Hadis-hadis yang menceritakan pembunuhan terhadap penghina Nabi hadir dalam berbagai literatur berbentuk percikan peristiwa tak utuh. Artinya, jika sanksi bunuh langsung diberikan kepada penistanya terlihat bahwa kesimpulan ini terlalu terburu-buru.
Satu-satunya cara untuk melihat secara lengkap peristiwa ini ialah dengan melihat semangat zaman di masa Nabi.
Zaman di masa Nabi dan beberapa abad setelahnya adalah zaman perang, zaman ketiadaan stabilitas politik.
Baca Juga: Klarifikasi Acara Habib Rizieq, Polisi Panggil Bupati Bogor hingga Ketua RT
Oleh karenanya, hukum apapun yang dihasilkan dimasa ini harus dipahami dalam kerangka ketidakstabilan politik, termasuk hukuman mati yang dijatuhkan kepada para penista Nabi.