Percik api awalnya merambat dari sebuah pos perbatasan desa Guerguerat, yang terletak di perbatasan. Pos tersebut melindungi jalur penghubung utama antara Maroko dan Mauritania, meski melintasi wilayah yang dikuasai Polisario.
Pekan lalu kelompok tersebut menggelar aksi demonstrasi “damai” menentang pembangunan pos perbatasan.
Sebagai jawaban, militer Maroko melancarkan operasi keamanan pada Sabtu (14/11).
Pemerintah di Rabat menuduh Polisario memblokir jalur dagang tersebut. Buntutnya Front Polisario mendeklarasikan perang.
Mohamed Salem Ould Salek, Menteri Luar Negeri Republik Demokrasi Arab Sahrawi, mengatakan gencatan senjata yang diawasi PBB “adalah masa lalu.”
“Pertempuran terus berlanjut setelah tindak kriminal yang dilakukan pasukan Maroko di Guerguerat,” imbuhnya.
Sementara Menteri Pertahanan Sahrawi, Abdallah Lahbib, mengklaim “pasukan kami berhasil membukukan kemenangan penting dan menciptakan kerugian materil dan korban jiwa di pihak musuh.”
Namun begitu, pos perbatasan yang dipermasalahkan Polisario dikabarkan sudah kembali beroperasi pada Sabtu lalu, “belasan truk yang tidak bisa melintas selama tiga pekan karena tindakan milisi Polisario sudah melewati perbatasan Maroko dan Mauritania,” menurut laporan kantor berita pemerintah Maroko, MAP, yang mengutip kesaksian pejabat keamanan Mauritania.
Perang separatisme Sahara Barat adalah panggung pertikaian pos-kolonialisme yang masih bertahan di utara Afrika.
Baca Juga: Kewalahan Hadapi COVID-19, Raja Maroko Wacanakan Lockdown Total
Ketika Spanyol mengakhiri kekuasaannya pada 1975, menyusul perang kemerdekaan melawan etnis Sahrawi, Maroko mengirimkan 20.000 tentara dan memicu perang yang berlangsung selama 16 tahun.