Suara.com - Eks sopir dari terdakwa Pinangki Sirna Malasari dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Sosok bernama Sugiarto itu membeberkan jika mantan majikannya pernah meminta untuk menukarkan mata uang asing.
Hal tersebut diutarakan Sugiarto dalam menjawab pertanyaan JPU. Pasalnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), disebutkan jika Sugiarto diminta menukarkan valuta asing pada November 2019.
"Di bulan November 2019, apakah juga pernah diminta menukar valas?" tanya JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020).
"Pernah. Di antaranya yang selau sering di Tri Tunggal Blok M," jawab Sugiarto.
Baca Juga: Naik Satu Pesawat, Andi, Pinangki dan Anita Terbang ke Malaysia
Sugiarto mengakui, Pinangki meminta dia menukarkan valuta asing untuk pembayaran mobil. Tercatat, ada tiga jenis mobil yang disebutkan oleh Sugiarto, yakni Toyota Alpard, Mercedez Benz, dan BMW.
"Kalau tidak di rumah, dia menyampaikan, 'Mas ini ditukar untuk pembayaran mobil nanti sisanya kasih saya lagi'. Alpard, Mercy, dan BMW," beber Sugiarto.
Khusus untuk pembayaran mobil jenis BMW, Sugiarto menukarkan valuta asing tersebut pada akhir 2019. Dari Pinangki, Sugiarto mendapat nomor rekening sales mobil mewah tersebut.
"Untuk bayar BMW beliau (Pinangki) kasih nomor rekening salesnya. Kalau ada sisanya saya kembalikan," tambah dia. Sugiarto mengaku menukarkan uang Tri Tunggal Money Changer, Blok M, Jakarta Selatan.
Dia menyebut, jumlah uang yang ditukar mencapai ratusan juta.
Baca Juga: Bersama Pinangki, Andi Irfan Jaya Terbang ke Malaysia Temui Djoko Tjandra
"Ratusan juta, puluhan juta juga pernah," beber Sugiarto.
Tercatat, Sugiarto sudah tiga sampai empat kali mendapat perintah tersebut dari Pinangki. Jumlah uang yang ditukarkan mencapai Rp 475 juta dan Rp 490 juta.
Lebih lanjut, Sugiarto juga mengaku jika penukaran valuta asing itu guna membayar tagihan kartu kredit milik Pinangki. Tercatat, ada beberapa tanggihan bank, yakni Panin Bank.
"Iya (membayar kartu kredit)," tutupnya.
Dakwaan Jaksa
Pinangki didakwa menerima uang senilai 500 ribu Dolar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra --yang saat itu masih buron-- tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
Perkara ini dimulai saat Pinangki bertemu sosok Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Saat itu, Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra.
Kemudian, Anita Kolopaking L akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Guna melancarkan aksi itu, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk membuat action plan ke Kejaksaan Agung.
Pada 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Djoko Tjandra, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurus upaya hukum.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.