Suara.com - Kementerian Dalam Negeri Irak mengonfirmasi eksekusi mati yang telah dilakukan pihak berwenang terhadap 21 terpidana teroris pada hari Senin (16/11).
Menyadur DW, narapidana itu telah digantung penjara Nasiriyah dan sudah sesuai dengan vonis hukuman mati berdasarkan undang-undang anti terorisme tahun 2005.
Pihak berwenang tidak memberi rincian tentang kejahatan mereka, tapi pernyataan Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan keterlibatan narapidana dalam dua serangan bunuh diri yang menewaskan puluhan orang di kota utara Tal Afar.
Sejak mendeklarasikan kemenangan atas kelompok militan 'Negara Islam' (IS) pada tahun 2017, Irak telah mengadili ratusan tersangka jihadis dan melakukan beberapa eksekusi massal.
Baca Juga: Amnesty International: Prancis Bukan Pendukung Kebebasan Berpendapat
Pada tahun 2014, ISIS merebut sepertiga wilayah Irak, tapi kampanye militer yang didukung AS mengalahkan sebagian besar kelompok itu di Irak dan Suriah selama tiga tahun berikutnya.
Amnesty International dan kelompok hak asasi lainnya menuding sistem peradilan Irak dirusak oleh korupsi besar-besaran dan hakim melakukan persidangan tergesa-gesa menggunakan bukti tidak langsung.
Mereka juga mengatakan bahwa terdakwa tidak menerima pembelaan yang layak atau akses ke pengacara namun pejabat Irak membantah klaim tersebut.
Irak menempati urutan kelima di antara negara-negara yang melaksanakan hukuman mati, menurut Amnesty International, yang mendokumentasikan 100 eksekusi mati di negara itu pada 2019.
Pengadilan Irak telah mengadili puluhan warga negara asing atas dugaan keanggotaan ISIS, menghukum mati 11 warga negara Prancis dan satu warga negara Belgia. Hukuman tersebut belum dilakukan.
Baca Juga: Amnesty International: Ratusan Orang Dibantai Sampai Mati di Ethiopia
Pemerintah Irak menolak memberikan rincian tentang pusat penahanan atau narapidana, termasuk berapa banyak orang yang menghadapi dakwaan terkait terorisme. Menurut beberapa penelitian, sekitar 20.000 ditahan karena diduga terkait dengan ISIS.
Beberapa fasilitas penahanan telah ditutup dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kompleks Abu Ghraib Baghdad, yang menjadi terkenal karena pelecehan tahanan selama pendudukan pimpinan AS di negara itu.