Suara.com - Komisi DPR bidang lingkungan hidup akan melakukan kunjungan ke lokasi perkebunan sawit milik Grup Korindo menyusul hasil investigasi yang ungkap perusahaan Korea Selatan itu 'sengaja' membakar lahan untuk perluasan lahan sawit pada periode 2011-2016.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin, mengatakan selain melakukan kunjungan ke Papua, pihaknya juga menjadwalkan untuk menggelar rapat dengar pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kunjungan spesifik untuk mengetahui fakta terkait isu yang berkembang. Karena ini kejadiannya sudah menjadi isu nasional dan internasional, karena pelakunya disinyalir perusahaan asing. Manakala itu ada kesengajaan, mendekati untuk dicabut izin perusahaan asing yang melakukan kegiatan di negara kesatuan RI," kata Hasan kepada BBC News Indonesia, Senin (16/11).
- Eksklusif: Investigasi ungkap perusahaan sawit Korsel 'sengaja' membakar lahan di Papua
- Sejumlah perusahaan di balik karhutla lolos dari sanksi serius
- Omnibus Law: Menyoal tanah adat dan deforestasi Papua di tengah klaim pemerintah 'tak akan ada masalah'
Sementara Greenpeace menyebut investigasi yang dilakukan bersama Forensic Architecture semestinya bisa dijadikan bukti baru penyelidikan pelanggaran lingkungan.
Baca Juga: Papua: Investigasi Ungkap Perusahaan Bakar Lahan Buat Perluasan Lahan Sawit
Adapun Grup Korindo membantah seluruh hasil investigasi, yang mencakup penelitian visual oleh Greenpeace dan Forensic Architecture -di Goldsmith University, Inggris, - yang meneliti menggunakan analisis spasial dan arsitektural, serta teknik pemodelan dan penelitian canggih untuk menyelidiki perusakan lingkungan.
Kelompok ini mempelajari citra satelit untuk mengungkap pola pembukaan lahan di dalam konsesi PT Dongin Prabhawa, anak usaha Korindo di Merauke.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri mempertanyakan bukti video pembakaran hutan yang terjadi 2013, yang disebutkan sudah pernah dilaporkan sejumlah lembaga pemerhati lingkungan pada 2016 tapi disebut belum ada tindak lanjut.
'Injak harga diri bangsa'
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin, menggambarkan temuan investigasi perluasan lahan sawit di Papua ini ''menginjak-injak harga diri bangsa dan sumber daya alam Indonesia".
"Yang mana Ibu (Menteri LHK) Siti Nurbaya begitu concern (prihatin) dan sangat serius untuk melakukan revitalisasi terhadap kerusakan-kerusakan alam yang selama ini dilakukan oknum pengusaha dalam negeri maupun luar negeri, begitu giat-giatnya melakukan revitalisasi ini, ada perusahaan asing yang dengan sengaja (merusak)," kata Hasan.
Baca Juga: Lawan Kampanye Hitam Sawit, Pemerintah Gandeng Dunia Pendidikan
Komisi yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan ini, kata Hasan, berencana melakukan 'kunjungan spesifik' dalam waktu dekat ke lokasi perkebunan Grup Korindo di Papua.
Adapun pemerintah mempertanyakan investigasi dari Greenpeace dan Forensic Architecture yang menguak cara-cara pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dengan cara pembakaran yang dilakukan anak perusahaan Grup Korindo.
"Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia.
Ia juga menyarankan kepada Greenpeace yang memiliki bukti-bukti karhutla seperti kejadian yang diekspos sekarang ini, untuk melaporkan ke pihak terkait pada waktu kejadian agar bisa ditindaklanjuti.
Kepala Kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, mengatakan investigasi yang dilakukan bersama Forensic Architecture semestinya bisa dijadikan bukti baru penyelidikan pelanggaran lingkungan.
"Publik sudah memberikan bantuan kepada pemerintah, ini loh ada kasus. Harusnya mereka berterima kasih dengan hasil ini. Bukan malah mempertanyakan," katanya kepada BBC News Indonesia, Senin (16/11).
'Bisa digunakan untuk menjerat pembakar hutan'
Kiki mengatakan video itu diambil pada 2013, namun kebakaran yang terjadi di wilayah tersebut terjadi periode 2011 - 2016 yang sumber api berasal dari kawasan konsesi.
Video ini sempat digunakan sejumlah pegiat lingkungan sebagai bukti pelanggaran lingkungan ke KLHK pada 2016. Namun, laporan itu sampai saat ini tak ada tindak lanjutnya, kata Kiki.
"Ditambah 2016 sudah pernah dilaporkan.... Reaksinya kok malah kayak kebakaran jenggot. Padahal kita sama sekali tidak menyinggung, bahwa ini pemerintah. Justru malah pemerintah dibantu sama kita untuk terutama KLHK," kata Kiki.
BBC News Indonesia menurunkan berita mengenai laporan tuduhan terhadap Grup Korindo terkait pembakaran lahan untuk pengembangan kebun sawit ini pada 2 September 2016.
Saat itu, pihak KLHK menyatakan "Kami sudah menerima laporan itu, dan sekarang kami sedang mengumpulkan data. Kami juga berencana turun ke lokasi."
Atas laporan itu, Grup Korindo membantah tuduhan tersebut dan mengatakan "tidak ada pembakaran di perkebunan kelapa sawit kami".
Namun, Kepala Kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, mengatakan bukti video pembakaran lahan pada 2013 ditambah investigasi visual pembakaran pada 2011 - 2016 yang didapat dari kemajuan teknologi ini, semestinya bisa digunakan KLHK untuk menjerat pembakar hutan.
"Ini ada metode baru, mereka bisa adopsi itu, dan mereka bisa tuntut perusahaan pembakar hutan yang sampai sekarang belum mendapatkan sanksi yang membuat mereka jera," kata Kiki.
Selain itu, lanjut Kiki, investigasi visual yang dilakukan juga membutuhkan waktu sehingga baru bisa dirilis baru-baru ini.
"Nah, data-data seperti ini, juga harus diproses. Tentu kami tak punya kemampuan seperti Dirjen Penegakan Hukum (KLHK) yang punya pasukan yang begitu kuat. Kami butuh waktu," katanya, sekaligus menjawab pertanyaan dari keterangan Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.
BBC ingin menanyakan tentang bagaimana pengawasan pemerintah terkait dengan pemberian izin konsesi termasuk kebakaran hutan dan lahan dan tindak lanjut laporan pada 2016, namun Menteri KLH Siti Nurbaya dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani belum merespon permintaan wawancara.
Grup Korindo membantah
Di sisi lain, Grup Korindo mengklarifikasi atas laporan investigasi Greenpeace dan Forensic Architecture yang diturunkan bersama BBC News Indonesia.
Grup Korindo melalui siaran persnya mengatakan, pada 2015 telah membayar pelepasan lahan hak atas tanah ulayat pada 10 marga seluas 16.000 hektare yang berada di areal PT Tunas Sawa Erma Blok E sesuai dengan perjanjian dan jumlah yang telah disepakati bersama, termasuk dengan Petrus Kinggo yang menjadi narasumber di pemberitaan tersebut.
Petrus Kinggo adalah ketua marga Kinggo dari Suku Mandobo. Ia memuluskan langkah Korindo melakukan ekspansi kebun sawit di Boven Digoel dengan menjadi "koordinator" bagi 10 marga yang hutan adatnya kini menjadi area konsesi anak usaha Korindo, PT Tunas Sawa Erma (TSE).
Dalam liputan sebelumnya, kepada BBC, ia mengaku merasa bersalah dan menanggung beban karena telah menyerahkan hutan adatnya dan hutan adat marga-marga lain yang mengubah nasib hutan itu selama-lamanya.
"Kalau menurut iman, saya berdosa, kan saya sudah tipu sepuluh marga. Terutama kepentingan perusahaan bikin kita sampai [melakukan] manipulasi saja sebenarnya," kata Petrus.
Grup Korindo melanjutkan, meskipun Petrus Kinggo dan semua marga lainnya telah menerima pembayaran kompensasi pelepasan lahan, namun pada faktanya hingga saat ini perusahaan belum pernah melakukan pembukaan lahan di seluruh areal tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak ada hak atas tanah masyarakat yang dilanggar oleh perusahaan.
Selain itu, Grup Korindo juga membantah telah melakukan pembakaran hutan dalam periode 2011 - 2016.
"Perlu kami jelaskan kembali pernyataan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar," kata Yulian Mohammad Riza, Manajer Hubungan Masyarakat, Grup Korindo dalam keterangan tertulisnya.
Rilis itu juga menyebutkan, temuan ini juga diperkuat dari investigasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke pada 2016.
Grup Korindo juga berpegangan pada surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
Namun, surat ini belum dikonfirmasi KHLK apakah terkait tindak lanjut laporan video pada 2013 yang disampaikan sejumlah lembaga pemerhati lingkungan pada 2016 lalu.
"Dapat disimpulkan bahwa isu yang tercantum dalam berita terkait, tidak benar adanya. Korindo Group selalu mengutamakan transparansi, kebijakan yang mendukung masyarakat, dan selalu patuh akan hukum yang berlaku di Republik Indonesia," kata Yulian.
Namun, baik Dirjen Gakkum KLHK dan Grup Korindo disebut tidak menjawab atas temuan di lapangan, kata Kepala Kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik.
"Mereka sama sekali tidak berkelit dari video itu. Mereka juga tidak berkelit dari pernyataan masyarakat, bahwa memang benar itu dibakar," kata Kiki.