Suara.com - Kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI) mempertanyakan dasar atau bukti hukum bahwa acara perayaan Maulid Nabi dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab pada Sabtu (14/11/2020) kemarin di Petamburan, Jakarta Pusat, telah menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pengacara FPI, Aziz Yanuar menilai, dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan masih sangat prematur.
Pasal 93 itu sendiri berbunyi; Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
"Nah apa dasar hukum menetapkan kejadian malam ahad kemarin masuk Kedaruratan Kesehatan Masyarakat mana? Bukti hukumnya mana? harusnya kan ada terlebih dahulu dasar jelas timbul Kedaruratan Kesehatan Masyarakat," kata Aziz dalam keterangannya, Selasa (17/11/2020).
Baca Juga: Habib Rizieq akan Sambangi Cianjur, Ribuan Umat Islam Siap Menyambut
Menurut Aziz, jika dasar atau bukti hukum bahwa acara yang digelar di Petamburan kemarin telah dipenuhi, maka menurutnya, polisi baru boleh memanggil orang yang bertanggungjawab atas acara tersebut.
"Baru kemudian dilanjutkan dgn tindakan pemanggilan untuk klarifikasi dan semacamnya, ini bukti hukum Kedaruratan Kesehatan Masyarakat tidak ada, main panggil klarifikasi, dasarnya apa?," tuturnya.
Lebih lanjut, Aziz mengatakan, kalau pun nantinya dasar hukumnya sudah jelas, ia kemudian membandingkan dengan kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan lainnya yang pernah terjadi tapi tak ada tindakan.
"Apakah hukum hanya tegak dan berlaku untuk Habib Rizieq Shihab dan FPI serta yang pro terhadap mereka saja? Ini dzalim," tandasnya.
Pemanggilan
Baca Juga: Kiki The Potters Yakin dalam Waktu Dekat Nikita Mirzani Masuk Bui
Sebelumnya diberitakan, polisi akan memanggil pihak penyelenggara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab, terkait pelanggaran protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 yang mengundang kerumunan massa.
Namun Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono tidak menyebut secara rinci apakah pihak penyelenggara acara tersebut merujuk kepada Rizieq atau orang lain.
"Mau kita klarifikasi. Tim dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya nanti yang akan menangani," kata Argo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/11/2020).
Subdit I Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum atau Ditreskrimum Polda Metro Jaya sebelumnya telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Selasa (17/11/2020) besok. Anies dipanggil untuk dimintai klarifikasinya terkait acara pernikahan putri Rizieq yang menimbulkan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.
Surat penggilan itu tertera dengan nomor: B/19925/XI/RES.1.24/2020/Ditreskrimum. Anies rencananya akan diperiksa sekira pukul 10.00 WIB.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat membenarkan adanya surat penggilan tersebut. Menurut dia, pemanggilan terhadap Anies semata-mata untuk dimintai klarifikasi.
"Kita klarifikasi terkait dengan kegiatan yang dilakukan ini (acara pernikahan putri Rizieq)," kata Tubagus saat dikonfirmasi.
Selian memeriksa Anies, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono sebelumnya juga menyampaikan akan memeriksa sejumlah pejabat lain terkait acara pernikahan putri Rizieq. Beberapa pejabat yang diperiksa di antaranya Camat, Wali Kota Jakarta Pusat, KUA hingga Satgas Covid-19.
"Ini rencana akan kita lakukan klarifikasi," kata Argo saat jumpa pers di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/11).
Argo menjelaskan, mereka diperiksa atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 93 itu sendiri berbunyi; Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100 juta.
"Dengan dugaan tindak pidana pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan," ujar Argo.