IPW: Kapolda Metro Dicopot karena Habib Rizieq dan Bursa Calon Kapolri

Senin, 16 November 2020 | 18:51 WIB
IPW: Kapolda Metro Dicopot karena Habib Rizieq dan Bursa Calon Kapolri
Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana. [ANTARA/Fianda Rassat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Police Watch (IPW) menilai, pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi oleh Kapolri Jenderal Idham Azis, ada hubungannya dengan acara pentolan FPI Habib Rizieq Shihab.

IPW menduga, kedua jenderal polisi itu dicopot karena tidak menindak tegas kerumuman massa dalam sejumlah acara Habib Rizieq pekan lalu, yang berpotensi menjadi medium penyebaran virus corona covid-19.

Ketua IPW Neta S Pane menyebut, ada dua faktor Irjen Nana dicopot dari Kapolda Metro Jaya. Pertama dan terutama, membiarkan kerumunan atas kepulangan Rizieq.

"Kedua, pencopotan Kapolda Metro Jaya bagian dari manuver persaingan dalam bursa calon Kapolri. Sebab, Kapolda Metro Jaya salah satu calon kuat dari 'Gang Solo'. Sehingga kecerobohan itu dimanfaatkan sebagai manuver dalam persaingan bursa calon Kapolri," kata Neta dihubungi Suara.com, Senin (16/11/2020).

Baca Juga: Dua Kapolda Dicopot, DPR Ngaku Tak Kaget jika Gegara Ulah Habib Rizieq

Sementara pencopotan Rudy dari Kapolda Jawa Barat, kata Neta, karena yang bersangkutan dianggap membiarkan adanya kerumunan massa dalam acara Habib Rizieq di Bogor.

"Dalam kasus pencopotan Kapolda Jabar yang bersangkutan 'diikutsertakan' karena dianggap membiarkan kerumunan massa dalam acara habib Rizieq di Jawa barat," ungkap Neta.

Neta menjelaskan, sejak pandemi covid-19, Polri sudah bersikap mendua dalam menjaga protokol kesehatan.

Padahal, Idham Azis telah mengeluarkan ketentuan agar jajaran Polri bersikap tegas dalam menindak kegiatan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan. 

"Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan masyarakat yang dibubarkan polisi di sejumlah daerah, apakah pesta perkawinan dan lain-lain," ucap Neta.

Baca Juga: Setelah Dua Kapolda Dicopot, Menyusul Kapolres Metro Jakpus dan Bogor

Tapi, kata Neta, dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah tokoh atau dihadiri sejumlah tokoh yang berpengaruh, polisi tidak berani membubarkannya.

Neta mencontohkan, dalam Munas PBSI yang dipimpin Wantimpres Wiranto di Tangerang, acaranya tetap berlangsung tanpa dibubarkan polisi.

"Begitu juga dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Habib Rizieq sepulang ke Indonesia, polisi tak berdaya membubarkannya," ujar Neta.

Maka itu, opini yang berkembang di tengah masyarakat adalah polisi hanya berani pada warga yang tak berpengaruh.

"Apalagi dalam kasus Rizieq, di mana massa dan pendukungnya cukup banyak, Polda Metro Jaya dan Polda Jabar sepertinya tidak mau ambil risiko dan membiarkannya. Padahal apa yang dilakukan polisi bisa dinilai masyarakat sebagai tindakan 'tajam ke atas tumpul ke bawah'," ungkap Neta.

Neta menyebut, sikap yang dipertontonkan Polri yang mendua seperti itu tidak hanya mengganggu rasa keadilan publik, tapi juga membiarkan klaster pandemi Covid-19 berkembang luas. 

"Seharusnya Polri satu sikap, yakni bersikap tegas pada semua pelanggar protokol kesehatan agar penyebaran pandemi covid-19 bisa segera dikendalikan," kata Neta.

Neta menyebut, dengan pencopotan Rudy dan Nana, bisa menjadi pelajaran bagi kapolda -kapolda lain, supaya bersikap tegas dan menindak aksi kerumunan masa di tengah pandemi covid-19.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI