Suara.com - Presiden Peru Manuel Merino mengundurkan diri pada hari Minggu (15/11) setelah lima hari menjabat, menyusul desakan anggota parlemen serta dua kasus kematian demonstran penentang Merino dan pemecatan presiden sebelumnya.
Banyak warga Peru turun ke jalan untuk merayakan pengunduran diri Presiden Manuel Merino. Mereka mengibarkan bendera dan bernyanyi di saat negeri itu menghadapi ketidakpastian dan kekacauan dalam menemukan pengganti Merino.
Kongres diperkirakan akan mengadakan pemungutan suara kedua. Pemungutan suara pertama gagal mengumpulkan dukungan mayoritas untuk anggota parlemen sayap kiri dan pembela hak asasi manusia, Rocio Silva-Santisteban sebagai presiden sementara.
Keheningan mencekam di ibu kota Lima, saat rakyat Peru menunggu keputusan tentang siapa yang akan menjadi presiden berikutnya.
Baca Juga: Ukiran Kucing Super Besar Ditemukan di Gurun Peru, Berusia 2.000 Tahun
“Merino sudah mengundurkan diri karena "tangannya berlumuran darah" anak-anak kita,” kata Clarisa Gomez, seorang warga yang ikut merayakan jatuhnya presiden sementara.
Ia menambahkan, anggota parlemen yang memberi Merino kekuasaan, juga harus membayar segala kekacauan yang ditimbulkan.
Kongres yang didominasi oposisi Senin pekan lalu (09/11) memilih untuk mencopot pendahulu Merino, Martin Vizcarra sebagai presiden atas tuduhan suap.
Anggota parlemen kemudian bertemu pada Minggu sore (10/11) untuk menentukan presiden berikutnya, atau, setidaknya, bagaimana seseorang dapat dipilih. Dalam pidato yang disiarkan televisi, Merino meminta kabinetnya untuk tetap membantu dalam transisi kekuasaan.
Dia menyebut pengunduran dirinya "tidak bisa dibatalkan" dan mendesak perdamaian dan persatuan. Presiden Kongres Luis Valdez mengatakan beberapa menit sebelum pengumuman pengunduran diri Merino, semua partai politik telah setuju Merino harus mundur.
Baca Juga: Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2022: Neymar Hat-trick, Brasil Libas Peru 4-2
Jika dia menolak, kata Valdez, anggota parlemen akan meluncurkan proses impeachment atau pemakzulan. Aksi protes terbesar Ribuan warga Peru telah melakukan serangkaian aksi protes terbesar dalam beberapa dekade terakhir, yang kebanyakan di antaranya berlangsung damai.
Namun juga terjadi bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan aparakt keamanan setekah Vizcarra disingkirkan. Dua orang pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan, kata ombudsman publik, sementara program medis negara EsSalud membenarkan dalam sebuah pernyataan, bahwa dua pria telah tewas karena luka tembak.
Koordinator Nasional Hak Asasi Manusia Peru mengatakan 112 orang terluka, beberapa karena menghirup gas air mata dan 41 orang hilang. Sedikitnya sembilan orang mengalami luka tembak, kata pejabat kesehatan.
Vizcarra, yang penggulingannya memicu krisis, memperingatkan rakyat Peru untuk tidak membiarkan anggota parlemen sekali lagi menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Peru berikutnya.
“Haruskah mereka yang mengambil langkah-langkah inkonstitusional ini menjadi orang-orang yang memberi kita solusi?” dia bertanya kepada wartawan di luar rumahnya setelah pengunduran diri Merino pada hari Minggu (15/11).
Sebaliknya, Vizcarra ingin Mahkamah Konstitusi Peru segera mempertimbangkan apakah pemakzulannya sendiri sah. Segera setelah itu, pengadilan mengatakan akan mempercepat sidang dengar pendapat yang sedianya digelar Rabu (18/11) menjadi hari Senin (16/11) untuk mempercepat argumen dalam kasus tersebut.
"Saya di sini untuk berkolaborasi," kata Vizcarra, seorang sentris yang tidak berafiliasi secara politik yang populer di kalangan warga Peru dan belum dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi yang menyebabkan ia dimakzulkan.
Petasan dan gas air mata Pada hari Sabtu (15/11), ratusan pengunjuk rasa mengibarkan bendera Peru berukuran besar dan menyanyikan lagu kebangsaan di Plaza San Martín, di pusat kota Lima. Namun tidak lama berselang, aksi unjuk rasa itu memicu respons keras polisi.
Ombudsman Peru memperingatkan di Twitter bahwa pasukan keamanan telah mulai "menyalahgunakan kekuatan dan menembakkan gas air mata tanpa alasan" terhadap mereka yang berkumpul di pusat kota. Badan tersebut juga telah menuntut penyelidikan.
“Pawai itu bukan untuk mendukung Vizcarra kembali ke jabatannya, melainkan untuk melawan Merino,” kata César Anchante, seorang pengunjuk rasa lulusan universitas di Lima.
"Kami bosan dengan korupsi, dari politisi yang memecah belah dan memaksakan kepentingan pribadi mereka."
Pada hari yang sama, perdana menteri yang ditunjuk Merino, Flores-Araoz mengatakan kepada wartawan, pencopotan Vizcarra adalah legal, sementara mempertahankannya adalah tindakan "perubahan konstitusional."
Merino juga mendesak masyarakat agar tenang dan berjanji mengadakan pemilihan presiden yang sudah ditetapkan pada 11 April. ha/as (Reuters)