Suara.com - Massa aksi Papua Menggugat menuntut aparat TNI yang diduga oleh Komnas HAM menembak mati Pendeta Yeremia Zanambani, diadili dalam pengadilan HAM, bukan pengadilan militer.
Hal tersebut menjadi salah satu tuntutan saat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia menggar aksi di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (16/11/2020).
"Jadi untuk proses peradilannya, keluarga menuntut untuk peradilan HAM bukan militer," kata Ambros Silait, perwakilan massa.
Dia berharap, dengan diadili di pengadilan HAM, penyelesaian kasus tersebut bisa transparan.
Baca Juga: AMP: Habib Rizieq Pulang dari Arab Boleh, Rakyat Papua Demo Ditutup
Menurut Ambros, kalau pelaku Alpius Hasim Madi diadili secara militer, maka hukuman tak bakal setimpal. Selain itu, proses pengadilannya juga disebut tak bakal transparan.
"Kalau di peradilan militer, pelakunya paling diberhentikan dari tugas dan dipindahtugaskan saja, begitu," ungkapnya.
Namun, Ambros menyayangkan, titipan tuntutan keluarga pendeta Yeremia tersebut tidak bisa disampaikan langsung di depan Istana Negara, tempat Presiden Jokowi bekerja.
Pasalnya, aparat kepolisian melarang massa mendekat ke istana dan hanya mempusatkan aksi di area Patung Kuda.
"Kami dihadang, baru kali ini dihadang. Biasa juga aksi kami dikawal polisi, tapi ini ada Brimob," kata dia.
Baca Juga: Rakyat Papua: Acara Habib Rizieq Dibiarkan, Kegiatan Kami Dilarang, Adil?
Keluarga pendeta Yeremia Zanambani yang tewas ditembak di Kabupaten Intan Jaya, Papua, September lalu, menolak proses perkaranya digelar di pengadilan militer dan menuntut dilakukan di pengadilan hak asasi manusia.
"Karena kami tidak meyakini peradilan militer dapat mengungkap kebenaran dan menghukum pelaku sesuai perbuatannya serta memberikan keadilan bagi kami," kata Rode Zanambani, anak pendeta Yeremia.
Keterangan itu disampaikannya secara tertulis dan berupa rekaman video yang diterima BBC News Indonesia, Selasa (10/11).
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Achmad Riad mengatakan, hingga saat ini belum ada kesimpulan atau pernyataan mengenai siapa pelakunya.
"Prosesnya kan masih belum selesai, masih proses penyidikan. Dari mana bisa ada ininya (pelakunya oknum TNI)?" Kata Achmad Riad saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, melalui saluran telepon, Selasa (10/11) sore.
Achmad Riad menegaskan, beberapa waktu lalu, kepolisian baru melaksanakan proses uji balistik, dan belum melakukan pemeriksaan saksi ataupun mengumpulkan keterangan.
Pendeta Yeremia ditembak pada Sabtu, 19 September lalu, dan temuan sementara Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF bentukan pemerintah Indonesia menyimpulkan "adanya dugaan keterlibatan aparat dan kemungkinan pihak ketiga."
Sementara, hasil investigasi Komnas HAM menyebutkan "dugaan keterlibatan anggota TNI" dalam pembunuhan pendeta Yeremia Zanambani, di Distrik Hitadipa, Papua.
Komnas kemudian merekomendasikan agar kasus pembunuhan pendeta Yeremia "dibawa ke peradilan koneksitas demi transparansi".