Suara.com - Denda Rp50 juta kepada Habib Rizieq Shihab karena melanggar protokol kesehatan melalui penyelenggaraan akad nikah putrinya dan acara Maulid Nabi tak sebanding dengan risiko penyebaran virus corona yang telah ditimbulkan, kata anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rahmat Handoyo.
"Ini tidak sebanding dengan risiko rakyat yang terancam tertular, preseden buruk kerumunan hanya denda. Oke ini denda sesuai aturan, tapi jangan diam aja dan membiarkan," kata Handoyo kepada wartawan, Senin (16/11/2020).
Pemerintahan Anies Baswedan, katanya, seharusnya sejak awal atau sebelum Habib Rizieq pulang ke Indonesia, betul-betul melakukan pencegahan terjadinya kerumunan pendukung pimpinan FPI itu.
Denda dinilai tidak akan membuat jera para pelanggar protokol kesehatan.
"Mana ada efek jera. Justru preseden buruk nanti justru banyak yang melanggar karena hanya membayar uang segitu. Konser musik, kegiatan semacam ini dan lainya hanya didenda dengab rupiah, camkan," kata Handoyo.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan penegakan protokol kesehatan dalam acara akad nikah putri Habib Rizieq merupakan tanggung jawab pemerintah Jakarta.
Gubernur Anies Baswedan, kata Doni, sebenarnya sudah mengirimkan surat peringatan sebelum acara, tetapi tak digubris.
Anies menegaskan sanksi Rp50 juta kepada Habib Rizieq adalah sesuatu yang serius, bukan basa-basi, dalam penegakan aturan.
Hukuman tersebut, kata Anies, akan memiliki efek pada perbedaan perlakuan dengan para pelanggar yang mendapatkan hukuman administrasi sebesar Rp50 ribu hingga Rp200 ribu.
"Jadi sanksi denda di DKI itu bukan basa-basi, Rp50 juta itu membentuk perilaku. Karena begitu orang dengar Rp50 juta, beda perilakunya dengan sanksi Rp50 ribu atau Rp200 ribu," ujar Anies.
Anies juga menyebutkan sanksi tersebut bersifat progresif. Artinya jika hal tersebut diulangi maka yang bersangkutan akan dikenakan denda berlipat.
"Kalau orang yang berulang dengan lembaga yang sama itu akan menjadi Rp100 juta, berulang lagi menjadi Rp150 juta," tutur Anies.
Dia juga menyebutkan bahwa selama ini Pemprov DKI Jakarta telah melakukan penindakan kepada siapa saja yang melanggar aturan tanpa pandang bulu.
"Kita melakukan keseriusan itu dari regulasi sampai eksekusi dan cara kerja pemerintah adalah ada aturan. Mengingatkan warga secara aturan, bila kita taati tidak masalah, bila tidak hati-hati maka ada tindak pendisiplinan, termasuk pemberian sanksi," kata Anies.
Sebelumnya, Ombudsman RI meminta Pemprov DKI lebih serius dan tegas dalam menjalankan penegakan aturan protokol kesehatan pada siapapun, agar tidak terkesan adanya tebang pilih terhadap penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan.
"Saat penjemputan di bandara, protokol kesehatan tidak dijalankan. Saya pikir itu saja tidak akan berlanjut, tapi sepertinya dua hari ini masih ada pertemuan-pertemuan yang juga tidak diikuti dengan 3M," kata anggota Ombudsman Ninik Rahayu.
Padahal sebelumnya untuk wilayah DKI bahkan sudah menjatuhkan sanksi denda. "Harusnya, aparat keamanan dapat bertindak tegas kepada siapa pun yang melanggar protokol kesehatan, tidak tebang pilih," ujar Ninik.
Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menilai pemerintah pusat dan daerah tergagap dalam mengantisipasi kehadiran pemimpin FPI, selain tidak terasa adanya upaya pencegahan acara yang dihadiri Habib Rizieq meski kerap kali berpotensi menimbulkan kerumunan.
Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mempertanyakan keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang membagikan 20 ribu masker di Petamburan pada Sabtu (14/11/2020). Selain itu juga Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria yang hadir di Tebet, Jakarta Selatan, yang juga dihadiri Habib Rizieq.
Begitu juga Gubernur Anies yang menyambangi Habib Rizieq di kediaman Rizieq pada Selasa (10/11) di tengah kewajiban karantina 14 hari bagi orang yang baru tiba dari luar negeri. "Ini seperti melegitimasi acara yang mengundang keramaian," ujar Teguh.
Menurut dia, denda yang dijatuhkan Pemprov DKI Rp50 juta, akhirnya hanya terkesan formalitas, sebab DKI gagal mencegah kerumunan.