Kematian Hegel, dan Kebangkitannya saat Pandemi Covid-19

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 14 November 2020 | 13:19 WIB
Kematian Hegel, dan Kebangkitannya saat Pandemi Covid-19
GWF Hegel. [DW]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tepat tanggal hari ini, 14 November, tapi 189 tahun silam, pemikir besar Eropa Georg Wilhelm Friedrich Hegel wafat di Jerman.

Hegel diakui sebagai pemikir versatile. Pengaruh pemikirannya dirasakan hingga tahun 2020.

Bahkan kala pandemi covid-19, banyak pemikir seperti Slavoj Zizek atau Byung Chul Han menggali kembali ide-ide Hegel untuk memberikan panduan sikap kita menghadapi covid-19.

Dalam pamfletnya berjudul "Pan(de)mic! Covid-19 Shakes The World" (OR Books 2020), Zizek secara jernih menunjukkan masa pandemi adalah era yang tepat untuk kembali memikirkan anjuran-anjuran Hegel mengenai kebersatuan semua subjek atau manusia.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pandemi Ajarkan Banyak Negara Belajar Reformasi Anggaran

"Saat ini," kata Zizek pada halaman 2, "Ketika kau bertemu seseorang yang sangat dekat atau asing, harus menjaga jarak. Tapi kalau kau meresapi perkataan Hegel muda, kita tak akan berjarak."

Zizek lantas memberikan kutipan Hegel yang dimaksud:

"Yang kita cintai sebenarnya tidak berhadap-hadapan dengan kita. Dia menyatu dengan keberadaan kita sendiri; 'kita' hanya melihat 'kita' di dalam dia, tetapi sekali lagi dia bukan lagi kita — teka-teki, keajaiban [ein Wunder], yang tidak bisa kita pegang."

Artinya, anjuran jaga jarak atau physical distancing justru akan memperkuat intensitas hubungan kita dengan orang lain.

Sebab, manusia cenderung tidak memikirkan atau melupakan hubungan intimnya dengan yang lain ketika situasi baik-baik saja. Tapi ketika menemui kendala, manusia secara alamiah bakal membutuhkan kehadiran yang lain.

Baca Juga: Kisah Pengelola Kantin Sekolah, Nasib Kian Memburuk Saat Covid-19 Datang

"Hanya sekarang, ketika saya harus menghindari banyak dari mereka yang dekat dengan saya, saya sepenuhnya mengalami kehadiran mereka, pentingnya mereka bagi saya," kata Zizek menjelaskan pernyataan Hegel.

Masih mengutip Hegel, Zizek pada halaman 3, juga menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud new normal atau situasi kenormalan 'baru'.

"Tak ada jalan kembali ke keadaan normal. 'Normal' dalam bentuk baru harus dibangun di atas reruntuhan kehidupan lama kita, atau kita akan mendapati diri kita dalam barbarisme baru yang tanda-tandanya sudah jelas kelihatan."

Yang muda yang berbahaya

Saat muda, Hegel sendiri dianggap terlalu banyak berpikir dan tatapannya terlalu tajam. Pencetus ide zeitgeist ini jadi inspirasi bagi pemikir besar seperti Karl Marx, filsuf yang dianggap pencetus komunisme modern.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel, adalah salah satu pemikir paling terkenal dari Jerman Ia percaya bahwa hidup adalah proses perubahan yang terjadi secara terus-menerus.

Sebelum tutup usia pada 14 November 1831, Hegel tidak berhenti berkarya dan menyentil pemikiran kritis kaum cendekiawan.

Dialektika hegelianisme menjadi sumber karya yang tidak habis dibahas oleh pemikir yang lahir setelahnya, utamanya Karl Marx dan Friedrich Engels.

Hegel lahir 27 Agustus 1770 di kota Stuttgart, di barat daya Jerman. Orang tuanya mempraktikkan ajaran Pietisme, gerakan reformasi Lutheran yang menekankan pengalaman religius sebagai hal yang bersifat pribadi.

Di sekolah, Hegel menunjukkan ketertarikan terhadap mata pelajaran matematika dan bahasa Latin. Dia langganan menjadi bintang kelas.

Orang tuanya yang berharap dia akan menjadi pendeta, lantas mengirimnya ke universitas di dekat Tübingen, sebuah kota di wilayah selatan Jerman.  Di sana, dia belajar filsafat dan teologi Protestan.

Debat para filsuf pukul 4 pagi

Semasa tinggal di asrama universitas, dua orang teman sekamar Hegel adalah pemuda yang juga di kemudian hari bakal menjadi filsuf dan penulis kenamaan, Fredrich Hölderlin (1770-1843) dan Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (1775-1845).

Hampir setiap hari, ketiga pemuda itu, Hegel, Hölderlin dan Schelling bangun pukul 4 pagi untuk saling berdebat.

Siapa pun yang telat dan tidak bisa bangun sepagi itu harus menyerahkan jatah minuman anggurnya sebagai hukuman.

Sekitar masa inilah Revolusi Prancis pecah. Hegel ikut merayakan pergolakan politik tersebut, tanpa menjadi seorang revolusioner militan.

Setelah studinya berakhir, Hegel dililit masalah keuangan. Untuk mengatasi masalahnya, Hegel memberikan tutorial secara privat dan menulis teks jurnalistik hingga tahun 1805, ketika dia diangkat menjadi profesor.

Selain itu, Hegel juga terus menulis karyanya sendiri. Karier ilmiah Hegel dapat dibilang dimulai terlambat, dan dia juga menikah pada usia yang cukup matang menurut ukuran zaman itu.

Hegel memang bukan dikenal karena parasnya yang rupawan. Sering disebut-sebut, keningnya terus-menerus berkerut, tatapan matanya tajam tanpa ampun.

Selain itu, ia juga dikabarkan lebih memilih mengekspresikan diri dalam dialek lokal daripada menggunakan bahasa Jerman formal.

Tulisan-tulisan tangan Hegel juga dianggap sulit dibaca, ini menjadi salah satu alasan mengapa teorinya menghasilkan interpretasi yang sangat berbeda hingga saat ini.

Konsep zeitgeist dan dialektika perubahan

Meski demikian, secara umum disepakati bahwa Hegel adalah filsuf pertama yang mengenali dan membahas dimensi perubahan, sebagai apa yang ia sebut "Menjadi" (“Becoming” atau "Werden" dalam bahasa Jerman).

Hegel percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini terus bergerak: setiap kehidupan individu, alam, sejarah, dan masyarakat.

Hal ini mengakibatkan setiap era memiliki semangat zaman alias zeitgeist masing-masing yang khass. Sebuah semanga atau ruh yang secara umum ditemui pada tiap-tiap zaman.

Suatu zaman yang bersejarah tidak secara acak diikuti begitu saja oleh zaman lainnya. Sebaliknya, bagi Hegel, ada prinsip evolusi logis.

Sebagai metafora untuk menggambarkan konsep ini, Hegel menggunakan siklus pertumbuhan tanaman, yang tahapannya terjadi sesuai dengan prinsip yang telah digariskan.

Dengan demikian, Hegel melihat sejarah sebagai siklus yang mengikuti logika yang telah ditentukan sebelumnya, yang kemudian, berulang kali menyebabkan kontradiksi dan revolusi.

Logika Hegel dibangun dengan menggunakan prinsip tesis, antitesis dan sintesis, lalu seiring waktu, sintesis ini kembali berlaku sebagai tesis, demikian prosesnya terus berlanjut dalam siklus ini.

Dia yakin bahwa proses dialektika adalah perubahan yang secara konsisten membawa umat manusia, dan sejarah, untuk jadi selangkah lebih maju.

Konflik dengan Gereja

Sebagai seorang yang percaya akan Tuhan, Hegel banyak menulis tentang religiusitas dan masalah-masalah yang bersifat rohani.

Ia juga menerapkan teorinya pada gagasan tentang Tuhan dan percaya bahwa Tuhan bukanlahi suatu entitas yang tetap eksis seperti adanya dari masa lalu, tetapi seiring perjalanan sejarah dan waktu menjadi apa yang eksis sekarang.

Sebuah "gagasan dunia" ("Weltgeist") yang menyatukan semua zaman terdahulu di dalamnya.

Ketika Hegel kemudian menolak dogma Katolik tentang transubstansiasi, atau perubahan hakikat yang menggambarkan roti menjadi tubuh Kristus serta anggur menjadi darah Kristus, pihak gereja memaksanya untuk menarik kembali pernyataannya dan secara resmi meminta maaf.

Pengaruh kuat terhadap Marx dan Engels

Para pemikir sayap kiri kemudian menggunakan filosofi dialektika Hegel sebagai titik awal bagi filsafat materialisme dialektis, yang menekankan pentingnya kondisi dunia nyata yang terpisah dari pikiran.

Dua pemikir utama teori tersebut, yakni Karl Marx dan Friedrich Engels, secara signifikan dipengaruhi oleh Hegel.

Marx mengadaptasi dialektika Hegel, namun menanggalkan peran Tuhan di dalamnya. Kedua pakar filosofi terkemuka itu mengembangkan filsafat Hegel lebih lanjut dan menerapkannya pada ide persaingan antarkelas.

Hegel meninggal pada 14 November 1831 di Berlin pada usia 61 tahun, kemungkinan besar karena masalah perut kronis.

Namun gagasannya terus hidup dan menginspirasi para filsuf besar yang lahir setelahnya.

REKOMENDASI

TERKINI