Suara.com - Wali Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Herman HN, dilaporkan ke polda setempat, oleh wartawan karena melakukan penghinaan.
Herman HN dilaporkan ke Polda Lampung, Senin (9/11) awal pekan ini, oleh wartawan LampungTV Dedi Kapriyanto (29) atas dugaan penghinaan dan pengancaman.
Dedi mengatakan, dirinya dihina dengan sebutan "gila" dan "anak setan" oleh Herman HN saat mengonfirmasi kabar untuk keperluan pemberitaan.
Tak hanya dihina, Dedi mengatakan, Herman HN juga mengancam memecahkan kepalanya. Hal tersebut, terjadi disaksikan oleh sejumlah jurnalis lain.
Baca Juga: Polisi Gagalkan Penyelundupan 4,2 Kg Sabu dari Aceh ke Lampung
Sementara dikutip dari Antara, Jumat (13/11/2020), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengecam pernyataan Herman HN yang bernada ancaman kepada wartawan yang mewawancarainya.
"Sebagai pejabat publik, Pak Herman mesti menjaga lisan dan wibawa," kata Ketua AJI Bandarlampung Hendry Sihaloho.
Ia menyebutkan, Herman HN menyampaikan pernyataan bernada ancaman saat diwawancarai sejumlah jurnalis di DPRD Bandar Lampung, Senin (9/11).
Dalam rekaman video, wali kota dua periode itu tampak kesal ketika jurnalis televisi meminta tanggapannya ihwal kepala Bappeda yang turut menyosialisasikan salah satu calon wali kota.
Ketika ditanya lebih lanjut, Herman HN berkata, "Kamu jangan ngaco dengar gak, inspektorat sudah meriksa Bawaslu sudah meriksa. Jangan ngaco. Jangan ngaco kamu. Kamu sangka saya takut sama kamu, seenak- enaknya. Beritain lah kalau gak pecahin pala kamu, kamu belum tau saya ya. Anak setan."
Baca Juga: Keliling Kota, Wali Kota Herman Marah Ada Warga Tak Pakai Masker
Hendry mengatakan, pejabat publik dituntut berperilaku baik dan menjaga pembawaan. Kemudian, memegang teguh nilai-nilai moral serta etika pemerintahan. Atas dasar itu, tak patut wali kota berbicara demikian, terlebih di hadapan jurnalis.
“Sebagai narasumber, wali kota punya hak tidak menjawab pertanyaan wartawan. Karena itu, tak perlu melontarkan ancaman. Cukup dijawab saja apa yang ditanyakan,” katanya.
Hendry juga meminta para jurnalis mengedepankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pasal 1 KEJ mengingatkan wartawan bersikap independen dan tidak beriktikad buruk.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Sedangkan tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
“Wajib bagi pers untuk menjaga integritas dan independensi, terlebih pada tahun politik. Dalam konteks pemilu, pemilik media adalah ancaman serius dari independensi jurnalis dan profesionalisme pers. Karena itu, kami mengingatkan media dan jurnalis patuh kode etik,” ujarnya.