Anggota Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengatakan pimpinan DPR perlu berkomunikasi dengan pemerintah mengenai urgensi pembuatan RUU itu. Firman khawatir risiko RUU Minuman Beralkohol ditolak pemerintah akan merugikan DPR.
"Jangan sampai nanti, setelah kita setujui diharmonisasi DPR, dari pimpinan DPR sudah setuju, sampai kepada tingkat pemerintah, pemerintah tidak setuju," kata Firman.
Politikus Partai Golkar menilai penolakan dari pemerintah akan semakin menurunkan maruah kelembagaan DPR RI di mata publik. Karena publik mengira anggota DPR seenaknya saja mengusulkan rancangan undang-undang, padahal tidak dibutuhkan oleh negara.
Dulu, DPR pernah membentuk Panitia Khusus Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini, tetapi ternyata mandek di pembahasan karena pemerintah tidak mau memberikan respons.
"Nasibnya hampir seperti Rancangan Undang-Undang Pertembakauan dan Perkelapasawitan, sudah ada Pansusnya tapi pemerintah tidak pernah memberikan respons, tidak pernah mengirim DIM, dan sebagainya," kata Firman.
Firman mengatakan RUU Larangan Minuman Beralkohol pada waktu itu mengalami deadlock pada judul, di mana pemerintah menghendaki judulnya terkait pengaturan, sedangkan DPR pada waktu itu menghendaki pelarangan.
"Ini betul-betul mendasar, konsekuensi pelarangan dengan pengaturan. Kalau saya setuju dengan pengaturan. Karena pengaturan ini kan bisa melarang di wilayah tertentu, tapi bisa memperbolehkan di wilayah tertentu. Kan (budaya di Indonesia) ini beraneka ragam, kita harus jaga. Kita ada masyarakat yang membutuhkan minuman alkohol untuk ritual-ritual, ada juga kebutuhan pariwisata untuk hotel dan sebagainya," kata Firman.
Tak perlu dibahas
RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol yang sebelumnya dijelaskan kepada Badan Legislasi DPR dinilai tidak perlu dibahas karena penggunaan alkohol telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Baca Juga: Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Ini Respons Pelaku Pariwisata Bali
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa pengaturan tentang penggunaan alkohol yang membahayakan, di antaranya diatur dalam Pasal 492 dan Pasal 300 KUHP.