Suara.com - Bawaslu RI meragukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat menerapkan Sistem Informasi Rekapitulasi elektronik (Sirekap) dalan tahapan Pilkada 2020. Pasalnya, berdasarkan catatan Bawaslu masih banyak TPS yang tidak memiliki akses internet, bahkan tidak terjangkau listrik.
Sebelumnya, dalan Rapat Dengar Pendapat di Komisi II, Ketua KPU Arief Budiman sempat memamparkan mengenai Sirekap.
"Kami bersama dengan Bawaslu kabupaten/kota melakukan pemetaan terhadap internet dan juga kondisi listrik yang ada. Dari hasil pengawasan kami menemukan 33.412 TPS yang tidak memiliki internet, 4.423 TPS yang tidak memiliki listrik," kata Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar dalam RDP dengan Komisi II, Kamis (12/11/2020).
Fritz berujar, dari data tersebut sebagian besar TPS yang tidak memiliki akses internet dan listrik terdapat di Papua dan Papua Barat. Namun di daerah lain angkanya pun masih signifikan.
Baca Juga: Dear Calon Pemilih, Inilah Visi Misi Lima Paslon Kepala Daerah Inhu
"Seperti misalnya Kalimantan Timur ada 7.876 TPS yang tidak memiliki akses internet dan masih ada juga di Jatim, masih ada 3.313 yang tidak punya akses internet. Atau misalnya dengan Kepri," kata Fritz.
Ia sekaligus memaparkan kendala Sirekap apabila memang harus digunakan, mengingat ketidaktersediaannya akses internet maupun listrik di banyak daerah pemungutan suara.
"Kami menyampaikan bahwa pertama memang bagaimana kita bisa memaksimalkan KPPS satu hari sebelumnya sudah memiliki akses. Tapi bagaimana pada hari H kalau di lokasi itu tidak ada internetnya," kata Fritz.
Ajukan Tiga Revisi PKPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan tiga draf perubahan Peraturan KPU (PKPU) terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020. Draf tersebut secara resmi diajukan KPU dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR dan Bawaslu RI.
Baca Juga: Pilkada 2020 di Tengah Pandemi, Pemerintah: Ini Momentum yang Baik
Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan, draf pertama yang diajukan ialah perubahan atas PKPU Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
"Yang di dalamnya ada beberapa pasal yang akan kami revisi atau kami ubah, terutama terkait dengan perubahan-perubahan formulir. Jadi penggunaan dan penamaan formulir itu kami sesuaikan," kata Arief, Kamis (12/11/2020).
Draf kedua, kata Aried, ialah perubahan atas PKPU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Ia berujar pada proses perhitungan, ada beberapa tahapan dan tata cara yang disesuaikan.
"Terkait dengan PKPU yang kedua tentang rekapitulasi penghitungan suara, kami mengubah beberapa hal terutama terkait dengan tata cara dan kami mengusulkan penggunaan teknologi informasi dalam melakukan proses rekapitulasi," kata Arief.
Arief memandang ada beberapa hal yang dipandang perlu menggunakan teknologi informasi dalam proses rekapitulasi. Di mana dengan teknologi, diharapkan informasi tentang hasil penghitungan suara dan rekapitulasinya secara lebih cepat.
"Kami sering menyebutnya Sirekap. Itu akan membuat proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah di dalam tahap rekapitulasi itu akan bisa berjalan lebih efektif dan efisien. Jadi penggunaan kertas yang selama ini cukup banyak, itu bisa akan kita kurangi. Yang kedua, kemudian kebutuhan waktu yang selama ini cukup panjang itu juga bisa kita kurangi," tutur Arief.
Terakhir, yaitu pengajuan draf perubahan untuk PKPU Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pilkada Dengan Satu Pasangan Calon. Adapun perubahan PKPU ini ikut diajukan lantaran dua PKPU sebelumnya yang ikut berubah.
"Karena ada beberapa perubahan di PKPU pemungutan dan pengitungan suara serta rekapitulasi hasil penghitungan suara, maka PKPU tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon itu juga akan mengikuti perubahan yang terjadi di dua PKPU sbeelumnya," kata Arief.