WNI Minta Perlindungan di Australia: Susah Hidup Sebagai LGBT di Indonesia

Senin, 09 November 2020 | 15:58 WIB
WNI Minta Perlindungan di Australia: Susah Hidup Sebagai LGBT di Indonesia
Temporary Protection Visa Australia (ABC Indonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dhytia Surya, sosok WNI yang hampir tiga tahun lalu mengajukan protection visa subclass 866 itu kini menetap di Melbourne, Australia.

Diketahui, Dyhtia Surya sebelumnya mengajukan visa subclass 866 yang diperuntukkan bagi "orang yang sudah sampai Australia dan mau mencari suaka".

Ada sejumlah alasan Dyhtia Surya mengajukan permohonan visa perlindungan tersebut di Australia.

Alasan terbesarnya tak lain karena orientasi seksual Dhytia Surya tidak diterima di negara asal, Indonesia. Untuk diketahui, Dyhtia Surya adalah seorang lesbian.

Baca Juga: Profil Dylan Sada, Model Indonesia Berkarier di Amerika Meninggal Dunia

"Saya tidak mau bohong... Susah hidup sebagai LGBT dan Indonesia, tidak akan pernah bisa, secara tradisi tidak bisa menerimanya," ungkap Dhytia dikutip dari ABC Indonesia -- jaringan Suara.com.

Temporary Protection Visa Australia (ABC Indonesia)
Temporary Protection Visa Australia (ABC Indonesia)

"Di negara saya, [LGBT] tidak legal," imbuhnya.

Dyhtia Surya mengaku pertama kali mendengar visa perlindungan tersebut dari salah seorang kawan yang pernah bekerja di Australia.

Usai sekitar satu bulan mengajukannya, Dyhtia lantas mendapatkan 'bridging visa' yang menjadi izin tinggalnya hingga sekarang.

Satu tahun berselang, Dhythia memenuhi panggilan pengadilan untuk menindaklanjuti pengajuan visanya, termasuk membuktikan klaim yang diajukannya.

Baca Juga: Wajib Diketahui, Ini 4 Level Status Gunung Merapi

"Saya dapat panggilan [dari pengadilan] karena ada banyak yang pakai alasan pura-pura," ucap dia.

"Dicek sama dokter apakah saya benar LGBT. Dan saya cuma bilang 'lihat saja dari penampilan saya, laki begini'," imbuh Dyhtia.

Waktu berjalan, Dythia mengatakan semakin melihat banyak WNI mengajukan visa yang sama, tetapi dengan alasan yang berbeda.

Menurutnya, tidak sedikit diantara mereka yang diberi pilihan untuk mendaftar 'Protection Visa' oleh agen imigrasi, tetapi tidak tahu apa-apa.

"banyak yang dibohongi kata-kata [alasannya]nya," tukasnya,

Penolakan visa 'Protection Visa' Meningkat Tahun Ini

Penelurusan ABC Indonesia dari situs Departemen Dalam Negeri Australia menemukan, sejak November tahun lalu hingga Juni tahun ini terdapat 505 pengajuan Protection Visa oleh WNI.

Jumlah itu terbilang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Beni*, WNI yang juga mengajukan visa tersebut mengaku terkejut saat mendapati hanya diberikan waktu 35 hari saja untuk meninggalkan Australia.

Hal itu terjadi seiring dengan penolakan permohonan yang diajukannya. Beni* sendiri mengirimkan bukti berupa kekhawatiran atas ancaman pembunuhan oleh anggota keluarganya.

"Imigrasi minta bukti atas pengajuan saya dan ketika saya kirim bukti, ceritanya kurang meyakinkan," kata Beni* kepada ABC Indonesia.

"Tapi saya sudah resubmit ke Tribunal dan mereka minta ke Imigrasi agar kasusnya diproses lagi. Sekarang bridging visa saya sudah tidak ada expiry date lagi," sambungnya.

Berbeda dengan Dhytia Surya, ada alasan lain dibalik Beni mengajukan Protection Visa. Alasan itu adalah agar ia mendapatkan hak penuh seorang pekerja.

Dilansir dari ABC Indonesia, jumlah penolakan pengajuan Protection Visa di Australia lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Terdapat 46.356 penolakan secara umum menurut catatan bulan Desember 201, sementara hingga bulan September tahun ini, sudah ada 53.142 pengajuan Protection Visa yang ditolak.

Sanksi di Balik Penggunaan Informasi Palsu

Beni mengatakan, banyak WNI yang menggunakan alasan tidak benar saat mengajukan aplikasi visa tersebut.

Padahal, dalam formulis yang diterbitkan, Departemen Dalam Negeri Australia memperingatkan sanksi di balik penggunaan informasi palsi.

Dythia Surya yang menggunakan alasan apa adanya saat mengajukan Protection Visa menyayangkan tindakan WNI yang kerap kali tak tahu akan esensi visa itu.

"Sayang sih, terutama faktor ketidaktahuan mereka bahwa yang penting masuk Australia, bisa kerja dengan biaya yang mahal, sekitar Rp120 juta dari Indonesia. Pengetahuan mereka kurang, tidak mempelajari terlebih dahulu," tandasnya.

Dhytia Surya pun mengatakan bahwa dirinya akan tetap mempertahankan keberadaannya di Asutralia, negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis.

"Seandainya saya ditolak, saya akan mengajukan banding," ujar dia.

*Beni bukan nama sebenarnya dan merupakan narasumber yang telah berbicara kepada ABC Indonesia untuk membagikan pengalamannya ditolak saat mengajukan visa perlindungan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI