Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua orang saksi dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Dua sosok tersebut adalah Djoko Tjandra -- yang juga terdakwa -- dan Rahmat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020), Rahmat bercerita awal mula perkenalannya dengan Pinangki. Kata dia, perkenalan tersebut terjadi pada bulan Juni 2019 -- dan keduanya hanya sebatas rekan bisnis.
"Saya kenal terdakwa ibu Pinangki bermula Juni-Juli 2019. Saya dikenalkan sahabat saya," kata Rahmat menjawab pertanyaan JPU.
Baca Juga: JPU Akan Utarakan Pendapat Untuk Merespon Eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte
Rahmat mengatakan, bisnis yang dia jalankan bersama Pinangki adalah pengadaan unit CCTV di Kejaksaan Agung RI. Saat itu, keduanya bertemu pertama kali di Mal Pacific Place, Jakarta Selatan.
Pertemuan berikutnya, lanjut Rahmat, terjadi pada hari-hari berikutnya -- dan masih membahas seputar bisnis pengadaan. Singkat kata, bisnis antara Rahmat dan Pinangki tidak menemukan titik temu.
"Intens ketemu soal pengadaan. Karena tidak sesuai dengan Kejaksaan, saya mundur," ungkap dia.
Pinangki, kata Rahmat, juga meminta dirinya untuk dikenalkan dengan Djoko Tjandra. Alasannya, Pinangki hendak berbisnis dengan Djoko Tjandra -- yang saat itu masih menjadi buronan kasus cassie Bank Bali.
"Saat itu, dia bilang 'Rahmat kenalin saya dong ke Joko Tjandra mau bisnis.' Karena Pinangki mau bisnis saya coba kenalin dan konfirmasi ke beliau," ungkap Rahmat.
Baca Juga: Irjen Napoleon Klaim Uang 20 Ribu Dolar AS Punya Istri Brigjen Prasetijo
Kepada Pinangki, Rahmat menyebut jika Djoko Tjandra adalah seorang bos yang berada di Malaysia. Dua sampai tiga hari setelah pertemuan, Rahmat mengirimkan nomor Pinangki kepada Djoko Tjandra melalui pesan singkat WhatsApp.
"Saya bilang itu bos Malaysia. Saya cari tahu dulu bisa ketemu atau tudak. Kurang lebih dua tiga hari saya kirim nomor Pinagki ke Djokcan lewat WA," kata Rahmat.
Rahmat kemudian mengatakan, pada tanggal 11 November 2019, Djoko Tjandra menghubungi dirinya. Saat itu, Djoko Tjandra berkata pada Rahmat agar Pinangki -- jika bisa -- datang ke Malaysia pada tanggal 12 November 2019.
"Terus Ibu Pinangki bilang 'saya lagi di Malaysia nemenin Ibu saya berobat. Tolong temani saya'. Saya cek jadwal 13 sampai 15 ada seminar. Oke deh saya temeni," kata Rahmat.
Dakwaan Jaksa
Pinangki didakwa menerima uang senilai 500 ribu USD dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan agar Djoko Tjandra --yang saat itu masih buron-- tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih atau cassie Bank Bali.
“Terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah menerima pemberian atau janji berupa uang USD 500.000 dari sebesar USD 1.000.000 yang dijanjikan Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian fee yaitu supaya terdakwa mengurus fatwa Mahkamah Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sehingga Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” kata Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan.
Perkara ini dimulai saat Pinangki bertemu sosok Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Saat itu, Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra.
Kemudian, Anita Kolopaking L akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Guna melancarkan aksi itu, Djoko Tjandra meminta Pinangkk untuk membuat action plan ke Kejaksaan Agung.
"Untuk melancarkan rencana tersebut, Djoko Tjandra meminta kepada terdakwa mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Joko Soegiarto Tjandra, lalu terdakwa menyampaikan akan menindaklanjuti surat tersebut," lanjut jaksa.
Pada tanggal 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Djoko Tjandra, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurus upaya hukum.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.