Suara.com - "Saya tidak ingin melebih-lebihkan ini," kata Tony Arend, dengan penekanan yang terpancar melalui masker wajahnya. "Tapi masa depan tatanan global sedang dipertaruhkan."
Profesor Universitas Georgetown ini melihat pemilu Amerika Serikat 2020 ini sebagai pertarungan kebijakan luar negeri, "karena kedua calon memiliki dua visi yang secara fundamental sangat berbeda tentang seperti apa dunia seharusnya dan seperti apa seharusnya kepemimpinan Amerika di dunia."
Dunia, menurut Presiden Trump, adalah salah satu bentuk dari nasionalisme "America First," meninggalkan perjanjian internasional yang dia yakini memberi AS kerugian.
Pandangan ini bersifat transaksional, mengacak-acak, dan sepihak. Pandangan ini juga bersifat pribadi dan tidak menentu, dibentuk oleh nalurinya dan hubungannya dengan para pemimpin, serta didorong oleh isi Twitter-nya.
Baca Juga: Joe Biden Dinyatakan Sebagai Presiden ke-46 AS, Versi Decision Desk HQ
Dunia, menurut Joe Biden, jauh lebih tradisional dari sisi peran dan kepentingan Amerika, didasarkan pada lembaga internasional yang didirikan setelah Perang Dunia II, dan berdasarkan nilai-nilai demokrasi Barat.
Ini adalah salah satu aliansi global di mana Amerika memimpin negara-negara bebas dalam memerangi ancaman transnasional.
- Trump atau Biden, siapa capres AS yang lebih menguntungkan Indonesia?
- Kalah atau menang, Trump telah mengubah dunia
- Pilpres AS: Biden unggul di Pennsylvania, tim kampanye Trump: 'Pemilu belum usai'
- Pemilu Amerika Serikat dari kacamata orang Indonesia di Negeri Paman Sam
Apa yang akan berubah di bawah Biden?
Beberapa hal menonjol - pendekatan terhadap sekutu, perubahan iklim, dan Timur Tengah.
Menghadapi para sekutu
Presiden Trump memuji diktator dan menghina sekutu. Sementara, di nomor teratas "daftar prioritas yang dilakukan" Biden adalah memperbaiki hubungan yang tegang dengan para sekutu, terutama dengan NATO serta bergabung kembali dengan aliansi global.
Baca Juga: Jika Menang Pilpres AS, Joe Biden Pecahkan Rekor Perolehan Suara Obama
Pemerintahan Biden akan kembali ke Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan berusaha untuk memimpin penanganan pandemi virus corona.
Dalam kampanyenya, Biden membingkai tugas ini sebagai langkah besar untuk menyelamatkan citra Amerika yang rusak dan menggalang kekuatan demokrasi untuk melawan apa yang dipandangnya sebagai peningkatan gelombang otoritarianisme.
Tapi upaya Biden bakal lebih banyak gaya daripada substansi, kata Danielle Pletka dari American Enterprise Institute yang konservatif.
Dia berpendapat bahwa pemerintahan Trump telah mencapai banyak hal di panggung global, hanya dengan sikap "siku yang tajam".
"Apakah kita kehilangan teman untuk pergi ke pesta? Tentu," katanya. "Tidak ada yang ingin pergi ke pesta dengan Donald Trump. Apakah kita telah kehilangan kekuatan dan pengaruh penting pada metrik yang sebenarnya selama 70 tahun terakhir? Tidak."
Perubahan iklim
Berbicara tentang substansi, Joe Biden akan menjadikan "perang terhadap perubahan iklim" sebagai prioritas serta bergabung kembali dengan Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan salah satu kesepakatan internasional yang dibuang Donald Trump.
Dalam masalah ini, kedua pria itu bertolak belakang. Trump melihat penanggulangan pemanasan global sebagai ancaman bagi ekonomi. Dia telah mempromosikan bahan bakar fosil dan membatalkan sejumlah perlindungan lingkungan dan peraturan iklim.
Sementara, Biden mempromosikan rencana ambisius senilai US$2 triliun untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dalam mengurangi emisi. Dia mengklaim akan melakukan ini dengan membangun ekonomi energi bersih, menciptakan jutaan pekerjaan dalam prosesnya. Terkait ancaman pemanasan planet, pilpres ini penting bagi dunia.
Iran
Joe Biden mengatakan dia siap untuk bergabung kembali dengan perjanjian internasional lain yang ditinggalkan oleh Presiden Trump - yaitu kesepakatan yang memberikan keringanan sanksi kepada Iran sebagai imbalan menurunkan program nuklirnya.
Pemerintahan Trump menarik diri pada 2018 dari kesepakatan itu, dengan mengatakan perjanjian kendali senjata terlalu sempit untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh Iran, dan terlalu lemah dalam membatasi aktivitas nuklir, yang berakhir seiring waktu.
Amerika telah memberlakukan kembali sanksi dan terus memberikan tekanan ekonomi. Bahkan, baru-baru ini, hampir semua sektor keuangan Iran masuk daftar hitam. Sebagai tanggapan, Iran telah berhenti melaksanakan beberapa pembatasan aktivitas nuklirnya.
- Pemilu Amerika: Biden atau Trump, kapan pemenangnya bisa diketahui?
- Kalah atau menang, Trump telah mengubah dunia
- Panduan sederhana untuk memahami Pilpres Amerika Serikat
- Indonesia tegaskan 'Laut Cina Selatan harus dijaga sebagai laut yang stabil dan damai' dalam kunjungan Menlu AS
Biden mengatakan kebijakan "tekanan maksimum" ini telah gagal. Dia menekankan bahwa hal itu menyebabkan peningkatan ketegangan signifikan, yang tidak diinginkan para sekutu. Iran justru sekarang lebih dekat dengan senjata nuklir daripada ketika Trump menjabat.
Biden mengatakan dia akan bergabung kembali dengan perjanjian nuklir jika Iran kembali ke kepatuhan ketat - tetapi dia tidak akan mencabut sanksi sampai itu dilakukan. Biden kemudian akan bernegosiasi untuk mengatasi kekhawatiran yang dia sampaikan kepada presiden.
Yaman
Biden juga akan mengakhiri dukungan AS atas perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Tingginya angka kematian warga sipil di Yaman telah membangun kuat penentangan terhadap keterlibatan AS dari sayap kiri partai dan semakin banyak anggota parlemen di kongres AS.
Arab Saudi adalah sekutu terdekat Presiden Trump di Timur Tengah, inti dari aliansi anti-Iran. Analis melihat Biden tak akan lagi bersikap mesra seperti Trump terhadap negara kerajaan itu.
"Saya pikir di Timur Tengah, akan ada perubahan besar," kata Pletka, "kebijakan yang lebih pro-Iran dan kebijakan yang kurang pro-Saudi, pasti."
Konflik Arab-Israel
Joe Biden menyambut baik kesepakatan Presiden Trump antara Israel dan Uni Emirat Arab. Biden adalah pendukung setia dan pembela lama Israel - kata "pendudukan" tidak termasuk dalam bentuk kebijakan luar negeri partai.
Tetapi dia tidak akan mengadopsi kebijakan pemerintahan Trump terhadap Tepi Barat yang diduduki. Biden juga tidak akan menyokong deklarasi bahwa permukiman Israel tidak melanggar hukum internasional, dan menolerir - jika bukan antusiasme - rencana Israel untuk mencaplok sebagian wilayah secara sepihak.
Sayap kiri Partai Demokrat, yang memiliki koalisi kebijakan luar negeri lebih berkembang dan tegas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mendorong tindakan yang lebih besar terhadap hak-hak Palestina.
"Saya pikir kami memiliki keterlibatan yang jauh lebih kuat dari para pendukung hak Palestina, orang Amerika keturunan Palestina, orang Amerika keturunan Arab," kata Matt Duss, penasihat kebijakan luar negeri untuk saingan Biden, Bernie Sanders.
Keterlibatan datang juga dari "sejumlah kelompok Yahudi Amerika yang memahami bahwa mengakhiri pendudukan adalah masalah utama bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat. "
Jadi itu sesuatu yang harus diperhatikan.
Apa yang akan tetap sama?
Seperti Presiden Trump, Biden ingin mengakhiri perang di Afghanistan dan Irak, meskipun ia akan mempertahankan pasukan kecil AS di kedua negara untuk membantu memerangi terorisme.
Dia juga tidak akan memangkas anggaran Pentagon atau menangguhkan serangan kapal tanpa awak, meskipun ada tekanan dari pihak kiri.
Dan jika menyangkut musuh geopolitik, mungkin ada sedikit perbedaan dari yang Anda harapkan.
Rusia
Hubungan dengan Rusia pasti akan berubah. Presiden Trump secara pribadi sering terlihat siap memaafkan Vladimir Putin atas perilaku yang melanggar norma internasional.
Tetapi pemerintahan Trump cukup keras terhadap Rusia, menghukumnya dengan serangkaian sanksi. Itu mungkin akan berlanjut di bawah kepresidenan Biden, tanpa pesan ganda.
Mantan wakil presiden AS itu secara blak-blakan mengatakan kepada CNN bahwa dia yakin Rusia adalah "lawannya".
Dia menjanjikan respons yang kuat atas campur tangan Rusia pada pemilu AS, dan untuk dugaan pemberian hadiah kepada Taliban untuk menargetkan pasukan Amerika di Afghanistan, sesuatu yang belum ditangani Trump.
- Siapa capres AS yang diinginkan China untuk menang, Trump atau Biden?
- Pilpres AS: Apa yang dimaksud dengan electoral college?
- Apakah perlu Yesus untuk memenangkan Pilpres AS?
Pada saat yang sama Biden telah menjelaskan bahwa dia ingin bekerja sama dengan Moskow untuk mempertahankan apa yang tersisa dari perjanjian pembatasan persenjataan nuklir.
Presiden Trump telah menarik diri dari kesepakatan dan menuduh Rusia curang, dan mencoba untuk menegosiasikan perjanjian ketiga yang akan berakhir pada Februari. Biden telah berkomitmen untuk memperpanjangnya tanpa syarat jika dia terpilih.
China
Pada 2017, Trump menggambarkan bagaimana dia dan Xi Jinping terikat pada kue coklat. Tetapi sejak itu Trump telah membuang persahabatannya dengan presiden China dan menggantinya dengan permusuhan. Trump menuduh China menyebarkan virus corona.
Faktanya, ada kesepakatan lintas partai yang langka untuk bersikap keras dengan China terkait perdagangan dan masalah lainnya. Pertanyaannya adalah tentang taktik.
Biden akan melanjutkan kebijakan Presiden Trump untuk melawan "praktik ekonomi yang kasar" China, bersama-sama dengan para sekutu. Hal ini berlawanan dari sikap Trump untuk membuat kesepakatan dagang secara sepihak.
Aksi "siku tajam" pemerintahan Trump berhasil memenangkan dukungan global untuk boikot teknologi komunikasi China. Langkah itu adalah bagian dari peningkatan serius dalam upaya AS untuk melawan Beijing di banyak bidang, yang telah membawa hubungan ke titik terendah dalam beberapa dekade.
Kampanye ini didorong oleh pandangan keras Trump terhadap China. Mereka menyebutnya persaingan strategis, tetapi beberapa analis menggambarkannya sebagai konfrontasi strategis. Biden akan lebih aktif mencari bidang kerja sama dengan China yang sedang bangkit.
Biden mengatakan dia ingin menghidupkan kembali kepemimpinan Amerika. Tetapi dunia juga telah berubah dalam empat tahun terakhir, dengan kembalinya persaingan kekuatan besar yang kuat dan jajak pendapat baru-baru ini yang menunjukkan reputasi Amerika telah anjlok bahkan di antara para sekutu setia, mereka yang ingin dipimpin oleh Biden.