Para Ulama di Bangladesh Buka Madrasah untuk Transgender

Sabtu, 07 November 2020 | 09:47 WIB
Para Ulama di Bangladesh Buka Madrasah untuk Transgender
Bangladesh buka madrasah untuk transgender. (AFP/ Munir Uz Zaman)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bangladesh membuka sekolah untuk umat Islam transgender pertama di negaranya sebagai upaya untuk mengintegrasikan minoritas yang terdiskriminasi ke dalam masyarakat.

Menyadur Channel News Asia, Sabtu (7/11/2020), madrasah merupakan satu dari rangkaian langkah baru di Bangladesh untuk membuat hidup 1,5 juta transgender di negara mayoritas itu jadi lebih mudah.

Sekitar 50 siswa transgender membaca ayat-ayat Al Quran, menandai dibukanya Madrasah Dawatul Islam Tritio Linger atau Sekolah Gender Ketiga Islam, di pinggiran ibu kota Bangladesh, Dhaka, pada Jumat (5/11).

"Saya sangat gembira. Kami berterima kasih pada para ulama atas langkah indah ini," ujar Shakila Akhter, siswi berusia 33 tahun.

Baca Juga: Ini Deretan 5 Produk Laris Asal Prancis Diboikot di Sejumlah Negara Muslim

Akhter terlahir sebagai perempuan dan selalu ingin jadi dokter atau pengacara. Tapi, ambisi itu gagal ketika ia meninggalkan rumah, saat masih anak-anak. demi bergabung dengan komunitas transgender.

"Kami Muslim, namun kami tidak bisa pergi ke masjid," katannya. "Kami bahkan tidak bisa bergaul dengan anggota masyarakat lain."

Sekelompok ulama yang dipimpin oleh Abdur Rahman Azad, menyulap lantai atas gedung tiga lantai menjadi sekolah dengan dana dari badan amal setempat.

Tim Azad telah menawarkan pelajaran Al Quran kepada tujuh kelompok transgender di Dhaka, mengatakan madrasah tumbuh dari kebutuhan akan basis permanen komunitas.

Azab menyebut, kaum transgender, yang dikenal sebagai Hijra di Bangladesh, sudah terlalu lama menderita.

Baca Juga: 7 Fakta DJ Katty Butterfly, Dikira Transgender hingga Jadi Mualaf

"Sudah terlalu lamam mereka menjalani hidup yang sengsara. Mereka tidak bisa ke sekolah, madrasah, atau masjid. Mereka menjadi korban diskriminasi. Kita, masyarakat dann negara yang harus disalahkan atas hal ini," katanya.

Kelompok LGBT di Bangladesh menghadapi diskirmininasi kuat di bawah undang-undang era kolonial yang masih berlaku untuk menjerat sesama jenis dengan hukuman penjara, meskipun penegakannya jarang.

Pada 2015 lalu, ekstrimis Islam menghutum mati seorang aktivis gay kondang dan editor LGBT, sementara kelompok homoseksual lainnya telah melarikan diri dari negara itu.

Bangladesh telah membuat langkah baru untuk komunitas LBGT sejka 2013, dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina mengizinkan transgender di identifikasi sebagai gender terpisah.

Tahun lalu mereka diizinkan mendaftar untuk memilih sebagai jenis kelamin ketiga, dan jumlah mereka akan dihitung dalam sensus yang akan dilakukan tahun depan di negara berpenduduk 168 juta itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI