Ada pula yang berpendapat bahwa DPR Amerika Serikat pada akhirnya yang harus memilih di antara Biden dan Trump.
Bahkan ada juga skenario di mana Ketua DPR Nancy Pelosi, bisa menjadi pejabat presiden, bila perselisihan perolehan suara pilpres terus berlanjut.
Bisa pula meminta Mahkamah Agung untuk menafsirkan UU tersebut, tapi hal itu bukan jaminan bahwa sengketa akan terselesaikan.
Pakar hukum Jessica Levinson mengatakan bahwa jika skenario ini terjadi, Mahkamah Agung dapat memutuskan untuk tidak menjadi lembaga yang memutuskan hasil pilpres.
"Saya melihat ada kemungkinan Mahkamah Agung akan memutuskan bahwa hal ini lebih baik diserahkan ke Kongres Amerika Serikat," katanya.
Bisakah pemilih EC membelot?
Skenario lain yang dapat memicu kekacauan adalah jika ada pemilih EC yang tidak setia pada keputusan partainya.
Hal ini jarang terjadi, tetapi itu terjadi belum lama ini.
Dari 23.507 suara pemilih EC yang diberikan dalam 58 kali pilpres, tercatat 90 suara yang tak sejalan dengan keputusan partai.
Para pemilih yang tidak setia ini memberikan suara mereka untuk Bernie Sanders, aktivis Faith Spotted Eagle dan John Kasich, Colin Powell dan Ron Paul.
Baca Juga: Upaya Trump Hentikan Penghitungan Suara di Philadelphia
Hanya sekali, pada tahun 1796, seorang pemilih EC memberikan suaranya untuk lawan dari capres yang mereka janjikan.