Suara.com - Ratusan orang yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan aksi demo mengecam tindakan represif aparat dan meminta pendemo yang ditangkap untuk dibebaskan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (6/11/2020).
Berdasarkan pantauan Suara.com di lokasi massa datang ke lokasi sejak pukul 14.30 WIB. Massa datang dengan berbagai macam atribut dari mulai poster, spanduk hingga foto-foto korban tindakan represif aparat.
Foto-foto orang yang diduga sebagai korban tindakan represif aparat saat melakukan demo dibawa sejumlah pendemo. Beberapa dari foto tersebut dicetak dengan warna hitam putih sebagai tanda duka.
Hal yang menarik lainnya adalah poster yang dibawa sejumlah massa yang hadir. Poster tersebut bertuliskan kalimat kritik terhadap aparat yang melakukan aksi main tangkap.
"Sudah Gawat! Aparat Main Tangkap," tulis salah satu poster yang dibawa massa dilihat di lokasi.
Hingga berita ini diturunkan, demonstrasi masih berlangsung. Orasi demi orasi disampaikan oleh perwakilan massa GEBRAK yang hadir.
Sementara itu, arus lalu lintas dari simpang Jalan Trunojoyo mengarah ke Senopati ditutup sementara oleh aparat kepolisian.
Juru Bicara GEBRAK, Nining Elitos, sebelumnya mengatakan pihaknya mendesak agar para pendemo yang ditahan kepolisian segera dibebaskan.
"Tuntutannya hentikan represifitas dan mendesak pembebasan yang ditahan," kata Nining melalui pesan singkat kepada Suara.com, Jumat.
Kendati begitu, aksi GEBRAK kali ini belum diketahui jumlah estimasi massa yang akan turun di depan Mabes Polri.
Sementara itu berdasarkan agenda yang diterima awak media, GEBRAK menyebut negara merespons aksi demo menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Omnibus Ciptaker justru dengan represifitas aparat.
"Belakangan aksi represif kepolisian ini diikuti dengan keterlibatan kelompok preman reaksioner yang ikut melakukan penganiayaan terhadap peserta aksi," tulis dalam agenda.
Menurut catatan GEBRAK juga dari berbagai daerah sudah lebih 7000 massa pendemo ditangkap dalam periode 6 Oktober hingga 5 November 2020. Dalam proses tersebut disebut juga ratusan massa mengalami luka-luka dan puluhan dikriminalisasi ketika menyampaikan hak demokratisnya.