Suara.com - Aparat Polresta Samarinda resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait aksi demonstrasi menolak Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur pada Kamis (5/11) kemarin.
Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Ade Yaya Suryana mengatakan dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu merupakan bagian dari sembilan demonstran yang ditangkap saat aksi.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan perusakan dan membawa senjata tajam jenis badik.
"Dari sembilan orang tersebut dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana perusakan dan kepemilikan senjata tajam jenis badik," kata Ade saat dikonfirmasi, Jumat (6/11/2020).
Baca Juga: Penolak Omnibus Law Ditangkap Polisi yang Menyamar Jadi Wartawan
Sementara itu, Ade menyebutkan tujuh orang lainnya hingga kekinian masih diperiksa. Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami ada atau tidaknya keterlibatan mereka.
Dia juga mengungkapkan bahwa satu dari sembilan orang yang ditangkap tersebut terkonfirmasi reaktif Covid-19. Hal itu diketahui berdasar hasil rapid test.
"Satu orang yang dinyatakan reaktif," katanya.
Polisi Nyamar Wartawan
Sejumlah mahasiswa dan buruh sebelumnya menggelar aksi demonstrasi menolak Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kota Samarinda, Kamis (5/11).
Baca Juga: Massa Aksi Penolak Omnibus Law Ditangkap Polisi yang Menyamar Jadi Wartawan
Dalam aksi yang diikuti ratusan orang itu, polisi melakukan penangkapan terhadap beberapa mahasiswa. Tak hanya ditangkap, mereka juga mendapat perlakuan represif.
Mulanya bentrokan terjadi sekira pukul 17.28 WITA saat ratusan massa aksi dari mahasiswa, buruh dan aktivis terus merangsek hendak memasuki Gedung DPRD Kalimantan Timur.
Tak berselang lama, petugas kepolisian dari balik pagar besi setinggi lima meter, langsung menembakan air dari mobil water canon. Saat itu juga polisi berpakaian sipil langsung menciduk satu persatu mahasiswa yang mulai terurai.
Dari pantauan Suara.com, enam massa aksi langsung ditangkap dan mendapatkan pukulan hingga tendangan dari polisi. Keenam peserta demontrasi ini dianggap sebagai provokator didalam aksi yang seharusnya berjalan damai.
Massa sempat terkejut, mengetahui teman-teman mereka sudah ditangkap dan mendapatkan tindakan represif dari petugas yang sedang menyamar.
Massa aksi sempat mengira sekumpulan pria dengan menggunakan atribut seperti id card dan rompi pers, seperti wartawan yang sedang bertugas melakukan peliputan.
Namun sejumlah orang tersebut menyamar sebagai wartawan. Mengetahui rekan-rekan mereka dipukul dan ditendang, massa sempat kembali mendekat. Namun langsung dicegah polisi dengan tembakan gas air mata.
"Lepaskan teman kami," seru beberapa peserta aksi.
Tak terima melihat rekannya ditangkap, para demonstran mulai menghujani petugas dengan lemparan batu. Kondisi yang kian memanas ini akhirnya membuat petugas kepolisian mengerahkan water canon.
Mobil water canon bersama puluhan polisi mengenakan alat pelindung diri lengkap mulai memukul mundur barisan massa.
"Rapatkan barisan, satu komando. Ikuti perintah saya," seru seorang polisi yang memimpin pasukannya. "Maju," tambahnya dengan nada yang meninggi.