Suara.com - Kandidat partai Demokrat Joe Biden tampak sedang dalam jalur menuju kemenangan di pemilu Amerika Serikat, namun lawannya dari partai Republik, Presiden Donald Trump, menantang penghitungan suara di empat negara bagian kunci. Jadi apa yang akan terjadi?
Tim kampanye Trump telah mengklaim, tanpa bukti, adanya kecurangan dalam pemilihan presiden dan ingin menghentikan penghitungan suara di Pennsylvania, Wisconsin, Georgia, dan Michigan.
BBC berbicara dengan sejumlah pakar hukum tentang arti perkembangan ini - dan apa yang terjadi ke depannya jika kontes ini berlarut-larut.
- Pilpres AS: Trump layangkan gugatan, penghitungan suara masih berlangsung ketat
- Pemilu Amerika: Biden atau Trump, kapan pemenangnya bisa diketahui?
- Tiga kemungkinan skenario hasil Pilpres Amerika Serikat
Bukankah seharusnya kita sudah tahu hasilnya sekarang?
Iya dan tidak. Biasanya, ketika data menunjukkan bahwa seorang kandidat unggul dan tidak bisa dikejar lagi, jaringan-jaringan berita besar di AS menyatakan kandidat tersebut sebagai pemenang. Ini biasanya terjadi pada waktu dini hari setelah hari pemungutan suara.
Baca Juga: Pemilu Amerika Serikat: Joe Biden Sebut Mobil Listrik dan Tekan Emisi
Hasil ini bukanlah resmi dan final, melainkan proyeksi. Perhitungan resmi dan finalnya selalu butuh waktu berhari-hari.
Akan tetapi tahun ini - di tengah pandemi virus corona - ada sangat banyak orang yang memilih dengan mengirimkan surat suara melalui pos, yang berarti penghitungan suara perlu waktu lebih lama, apalagi dengan beberapa negara bagian kunci tidak mengizinkan penghitungan suara sebelum hari pemilihan.
Jadi mereka harus menghitung semuanya pada hari pemilihan Selasa (03/11) lalu, dan menghitung surat suara yang dikirim lewat pos bisa makan waktu lebih lama daripada suara dari pencoblosan langsung karena adanya persyaratan verifikasi.
Jika perolehan suara berbeda tipis, dan tidak ada kandidat yang mengakui kekalahan, biasanya penghitungan terus dilakukan, kata Matthew Weil, direktur proyek pemilu di Bipartisan Policy Research Center.
Berbagai halangan telah muncul sebelum hari pemilihan
Pemilihan presiden kali ini memang telah diramaikan dengan gugatan hukum.
Baca Juga: Joe Biden Sementara Unggul dari Trump, Rupiah Menguat Terhadap Dollar AS
Sebelum hari pemilihan pada Selasa (03/11), sudah ada lebih dari 300 perkara hukum di 44 negara bagian terkait pemungutan suara lewat pos dan pencoblosan lebih awal.
Perkara ini berpusat pada berbagai isu seperti tenggat untuk mengirim dan menerima surat suara, syarat tanda tangan saksi mata, dan amplop yang digunakan untuk mengirimkannya.
Negara bagian yang dikuasai Republik mengatakan pembatasan itu penting utuk mencegah kecurangan dalam pemilihan.
Namun Demokrat berkata ini merupakan pembatasan itu adalah upaya untuk mencegah masyarakat menggunakan hak-hak sipil mereka.
Apa saja tantangan yang diajukan Trump?
Wisconsin
Tim kampanye sang presiden berkata mereka telah meminta penghitungan ulang di Wisconsin" "berdasarkan ketidaknormalan yang terlihat" pada hari Selasa (03/11).
Namun tidak jelas kapan penghitungan ulang ini akan dilakukan, karena biasanya ini tidak terjadi sampai setelah pihak berwenang di negara bagian selesai menghitung surat suara. Tenggat negara bagian untuk bagian proses ini adalah 17 November.
Profesor Sekolah Hukum Universitas Columbia Richard Briffault mengatakan pada 2016 juga ada penghitungan ulang di Wisconsin, dan itu "mengubah sekitar seratus suara".
"Penghitungan ulang bukanlah cara untuk menantang legalitas suara," jelasnya. "Ini hanya cara untuk memastikan bahwa perhitungannya benar."
Michigan
Trump memenangkan negara bagian ini pada 2016 dengan selisih terkecil - sedikit di atas 10.700 suara.
Pada 4 November, tim kampanyenya mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan penghitungan di sana, meskipun 96% suara telah dihitung secara tidak resmi oleh panitia pemilihan lokal.
Ribuan suara masih belum dihitung dan banyak yang berasal dari wilayah yang secara historis mendukung Demokrat, namun media AS dan BBC telah memproyeksikan kemenangan untuk Biden.
Pennsylvania
Tantangan di sini bertumpu pada keputusan negara bagian untuk menghitung surat suara yang bercap pos Hari Pemilu namun tiba terlambat sampai tiga hari. Partai Republik sedang berusaha mengajukan banding.
Matthew Weil, direktur proyek pemilu di Bipartisan Policy Research Center, mengatakan ia paling khawatir dengan perselisihan di sini karena pengadilan tertinggi AS menemui jalan buntu dalam perkara ini sebelum hari pemilihan - dan sebelum hakim konservatif Amy Coney Barrett bergabung.
"Mereka (Mahkamah Agung) memang mengindikasikan dalam perbedaan pendapat bahwa mereka akan tertarik untuk menerimanya (surat suara) setelah itu (hari pemilihan). Jadi saya pikir ada risiko sebagian dari surat suara yang diberikan [lewat pos] pada hari pemilihan dan tidak diterima sampai hari Jumat bisa dianggap tidak sah. Menurut saya itu bukan hasil yang benar, tetapi dimungkinkan secara hukum. "
Akan tetapi Weil menambahkan bahwa selisih perolehan suara harus "sangat, sangat tipis untuk itu". Ia menekankan bahwa panitia di negara bagian telah mengirimkan pesan menjelang hari pemilihan yang meminta para pemilih absensi (absentee voter) untuk menyerahkan surat suara mereka secara lansung ke tempat pemungutan suara daripada mengirimnya lewat pos.
"Jadi tebakan saya adalah bahwa tidak akan banyak surat suara yang bisa dibuang, jika itu yang terjadi."
Prof. Briffault juga menekankan bahwa surat suara yang datang terlambat dihitung secara terpisah, dan mengatakan jika Biden bisa unggul tanpa suara-suara tersebut, ia tidak melihat ada basis untuk gugatan hukum.
Namun kampanye Trump telah mengklaim kemenangan di negara bagian ini meskipun ada lebih dari satu juta suara yang belum dihitung. Belum ada jaringan berita besar AS yang memproyeksikan pemenangnya.
Georgia
Partai Republik dan tim kampanye Trump telah mengajukan gugatan di Chatham County, Georgia untuk menghentikan penghitungan.
Mereka menuduh ada masalah dengan pemrosesan surat suara bagi pemilih absensi (absentee ballot).
Ketua Partai Republik di Georgia David Shafer mengatakan dalam sebuah twit bahwa sejumlah saksi mata dari partai melihat seorang perempuan "mencampur lebih dari 50 surat suara ke dalam tumpukan surat suara absensi yang tak terhitung jumlahnya".
Mereka telah meminta hakim untuk menjelaskan surat suara di negara bagian itu yang diterima setelah pemungutan suara ditutup pada Hari Pemilihan.
Dapatkah perkara ini mencapai Mahkamah Agung?
Pada hari Rabu (04/11) dini hari, Trump juga mengklaim adanya kecurangan pemilu tanpa bukti, dan menambahkan: "Kami akan ajukan ke Mahkamah Agung AS - kami ingin semua pemungutan suara dihentikan."
Pemungutan suara telah dihentikan - semua TPS ditutup pada Hari Pemilihan, meskipun ada pertanyaan tentang surat suara yang datang terlambat, seperti di Pennsylvania.
Weil mengatakan: "Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan khusus untuk menghentikan proses penghitungan yang legal."
Prof. Briffault juga mengatakan bahwa tim kampanye dapat mempersengketakan selisih suara yang ketat di negara bagian penting, akan tetapi "mereka tetap harus memiliki [argumen] yang dapat digunakan untuk mengangkat masalah konstitusional" agar dapat mencapai Mahkamah Agung.
"Tidak ada proses standar untuk membawa sengketa pemilu ke Mahkamah Agung. Ini sangat tidak biasa dan harus melibatkan perkara yang sangat signifikan."
Jika hasil pemilu ditantang, diperlukan tim hukum untuk menggugat hasil tersebut di pengadilan negara bagian.
Hakim negara bagian kemudian perlu mengabulkan tantangan tersebut dan memerintahkan penghitungan ulang, baru kemudian para hakim di Mahkamah Agung dapat diminta untuk membatalkan putusan.
Di beberapa tempat, penghitungan ulang secara otomatis dilakukan jika marginnya cukup dekat - misalnya di Florida ketika pemilihan presiden tahun 2000 antara George W. Bush dan Al Gore.
Berapa lama ini akan berlangsung?
Karena ini adalah pemilihan presiden, ada beberapa tenggat waktu penting supaya masalahnya tidak berlarut-larut:
- Negara-negara bagian diberi waktu sekitar lima pekan dari 3 November untuk menentukan kandidat yang memenangkan pemilihan di tempat mereka. Tahun ini, tenggatnya 8 Desember.
- Jika negara-negara bagian belum memastikan elektor mereka pada tanggal ini - ingat, presiden dipilih oleh electoral college bukan suara populer - Kongres bisa memutuskan bahwa elektor mereka tidak akan masuk dalam penghitungan final.
- Pada 14 Desember, para elektor bertemu di negara bagian mereka masing-masing untuk memberikan suara.
- Jika masih belum punya pemenang mayoritas setelah 6 Januari, maka Kongres menentukan hasilnya dalam apa yang disebut pemilihan kontingen.
- DPR akan memilih presiden sedangkan senat memilih wakilnya. Iya, ini berarti presiden dan wakil presiden dari partai berbeda, tapi jangan dulu berharap pada Biden-Pence.
- Setiap delegasi negara bagian di DPR mendapat satu suara. Siapapun yang memenangkan 26 delegasi akan menjadi presiden AS yang baru.
Namun Weil menekankan bahwa "harus ada begitu banyak hal yang salah untuk mencapai situasi ketika DPR dan Senat benar-benar memutuskan siapa yang menjadi presiden". Salah satu poin penting adalah selisih perolehan suara harus sangat, sangat tipis.
Mengapa negara bagian bisa tidak menyatakan pemenang?
Bagaimana jika negara bagian itu sendiri tidak bisa sepakat tentang siapa yang menang di sana? Anda bisa membayangkan ini terjadi jika satu partai mengklaim bahwa penghitungan suara final tidak akurat atau dicurangi.
Negara bagian kunci North Carolina, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin saat ini memiliki pemerintahan yang terbelah - gubernur Demokrat namun badan legislatif yang mayoritas Republik.
Dalam pemilihan yang disengketakan, para anggota parlemen secara teori bisa mengajukan elektor mereka sendiri ke Kongres, terpisah dari gubernur.
Kongres kemudian akan menentukan suara mana yang akan dihitung - yang diajukan badan legislatif atau gubernur.
Jika DPR dan Senat keduanya sepakat, tidak ada masalah. Jika tidak, kita tidak tahu apa yang akan terjadi, meskipun beberapa pakar mengatakan hukum federal berpihak pada gubernur.
Tenggat paling akhir
Apapun yang terjadi, Konstitusi AS mengatakan periode kepresidenan baru harus dimulai pada 20 Januari.
"Pada tengah hari, kita harus melantik seseorang sebagai presiden. Jika belum ada hasil [pemilu], maka kita menjalankan rencana suksesi," kata Weil.
Weil menyinggung bahwa skenario lain ketika DPR belum sepakat tentang siapa presidennya, namun Senat telah mengukuhkan pilihan wakil presiden.
Jika DPR tidak bisa menyelesaikannya pada Hari Pelantikan, wakil presiden yang dipilih Senat diangkat menjadi presiden.
Jika tidak ada wakil presiden - Ketua DPR (saat ini Nancy Pelosi dari partai Demokrat).
Peliputan oleh Ritu Prasad