Suara.com - Pengunduran diri Amerika Serikat dari perjanjian iklim Kesepakatan Paris secara resmi pada 4 November 2020 sangat disesalkan oleh Jepang, demikian disampaikan juru bicara pemerintah Jepang, Katsunobu Kato, pada Kamis ini.
"Isu perubahan iklim bukanlah sesuatu yang menyangkut satu negara saja, hal ini harus ditangani oleh seluruh komunitas internasional," kata Kato, yang menjabat sebagai Kepala Sekretaris Kabinet Jepang.
"Dari pandangan tersebut, sangat disesalkan bahwa Amerika Serikat mengundurkan diri dari Kesepakatan Paris saat ini," kata dia.
Kesepakatan Paris adalah respons kolektif global yang ditandatangani pada 2015 dan berlaku mulai 4 November 2016, untuk menangani perubahan iklim dengan komitmen negara-negara di dunia mengurangi emisi karbon.
Baca Juga: Ini Lima Poin Utama Kesepakatan Paris
Persetujuan iklim tersebut dimaksudkan untuk menjaga kenaikan temperatur bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius -- kenaikan suhu maksimal agar bumi masih dapat bertahan dengan baik.
Presiden AS Donald Trump, dalam kampanye pemilu 2016, berjanji untuk membawa AS keluar dari Kesepakatan Paris dengan alasan perjanjian itu akan membuat perekonomian AS terpukul.
Di bawah aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Trump harus menunggu hingga 4 November 2019 untuk dapat memulai proses hengkang dari perjanjian internasional itu, yang memerlukan waktu satu tahun hingga akhirnya resmi keluar pada tahun ini.
Selain AS, tidak ada satu pun dari total 197 negara penandatangan Kesepakatan Paris yang keluar dari perjanjian ini.
Sementara itu, kandidat rival Trump dalam pemilihan presiden AS 2020, Joe Biden, menyebut pada hari pemungutan suara 3 November lalu bahwa ia akan membawa AS kembali bergabung dalam Kesepakatan Paris, jika ia terpilih sebagai presiden. [Reuters/Antara]
Baca Juga: Din Syamsuddin: Kesepakatan Paris Tentukan Masa Depan Bumi