Suara.com - Beberapa bulan setelah mimpinya menjadi presiden terhenti, Kamala Harris mendapatkan kesempatan lain melalui pencalonan Partai Demokrat.
Setahun yang lalu, senator California itu menonjol setelah menampilkan performa debat yang kuat. Ia juga melontarkan kritik pedas terhadap saingannya Joe Biden. Namun, pada akhir 2019, kampanyenya terhenti.
- Kamala Harris: Cawapres AS dari Demokrat yang bangga dengan darah Indianya
- Joe Biden pilih Kamala Harris sebagai cawapres untuk hadapi Trump dalam Pilpres AS 2020
- 'Kamala Harris hingga Michelle Obama', 13 perempuan yang berpotensi jadi cawapres AS
Sekarang, Harris, perempuan berusia 55 tahun itu dicalonkan sebagai wakil presiden dari Partai Demokrat.
Berikut profil Kamala Harris dalam perjuangannya untuk bekerja di Gedung Putih.
Baca Juga: Donald Trump Pidato Klaim Menang, Kubu Joe Biden: Dia Kembali Berbohong
Siapakah Kamala Harris?
Anggota Demokrat California itu lahir di Oakland, California, dari dua orang tua imigran: seorang ibu kelahiran India dan ayah kelahiran Jamaika.
Setelah orangtuanya bercerai, Harris dibesarkan oleh ibu tunggal beragama Hindu, yang merupakan peneliti kanker dan aktivis hak-hak sipil.
Dia tumbuh dengan memeluk kebudayaan India. Ia ikut dengan ibunya dalam kunjungan ke India, tetapi Harris mengatakan bahwa ibunya mengadopsi budaya Afrika-Amerika Oakland, hal yang mempengaruhi kedua putrinya - Kamala dan adik perempuannya Maya.
"Ibu saya mengerti betul bahwa dia membesarkan dua anak perempuan kulit hitam," tulisnya dalam otobiografinya The Truths We Hold.
"Dia tahu bahwa tempat di mana dia tinggal [AS] akan melihat Maya dan saya sebagai gadis kulit hitam dan dia bertekad untuk memastikan kami akan tumbuh menjadi perempuan kulit hitam yang percaya diri dan bangga dengan diri kami."
Baca Juga: Perjalanan Politik Wakil Presiden AS Mike Pence
Dia berkuliah di Howard University, salah satu perguruan tinggi dan universitas kulit hitam terkemuka di AS. Pengalaman itu dia gambarkan sebagai salah satu yang paling membentuk dirinya.
Harris mengatakan dia selalu nyaman dengan identitasnya dan hanya menggambarkan dirinya sebagai "orang Amerika".
Pada 2019, dia mengatakan kepada Washington Post bahwa politisi tidak perlu masuk ke dalam satu kategori karena warna kulit atau latar belakang mereka.
"Maksud saya adalah: Saya adalah saya. Saya baik-baik saja dengan itu. Anda mungkin perlu berusaha memahami itu, tapi saya baik-baik saja dengan itu," katanya.
Mendaki jabatan hukum
Setelah empat tahun di Howard, Harris mendapatkan gelar hukumnya di Universitas California, Hastings, dan memulai karirnya di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.
Dia menjadi jaksa wilayah - jaksa tertinggi - untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai perempuan pertama dan orang Afrika-Amerika pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pejabat penegak hukum tertinggi di negara bagian terpadat di Amerika itu.
Dalam dua periode masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu bintang Partai Demokrat yang sedang naik daun.
Momentum ini digunakannya untuk mendorong pemilihannya sebagai senator junior AS di California pada tahun 2017.
Sejak pemilihannya menjadi Senat AS, mantan jaksa penuntut itu mendapatkan dukungan dari kaum progresif karena pertanyaan pedasnya terhadap calon Mahkamah Agung saat itu Brett Kavanaugh dan Jaksa Agung William Barr dalam sidang-sidang penting di Senat.
Aspirasi Gedung Putih
Ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden dalam kampanye yang dihadiri lebih dari 20.000 orang di Oakland, California, pada awal tahun lalu, rencananya untuk tahun 2020 itu disambut antusias.
Namun senator itu gagal mengartikulasikan alasan yang jelas untuk kampanyenya dan melontarkan jawaban yang membingungkan untuk pertanyaan-pertanyaan di bidang kebijakan utama, seperti yang terkait dengan bidang kesehatan.
Dia juga tidak dapat memanfaatkan kelebihannya: pertunjukan debat yang memamerkan keterampilannya sebagai jaksa penuntut, yang sering kali menempatkan Biden di posisi yang diserang.
Harris terlihat berada di posisi seimbang antara sayap progresif dan moderat di partainya, tetapi akhirnya dia tak berhasil menarik keduanya.
Ia mengakhiri pencalonannya pada bulan Desember sebelum kontes Demokrat pertama di Iowa pada awal 2020.
Pada bulan Maret, Harris mendukung mantan wakil presiden tersebut, dengan mengatakan dia akan melakukan "segala upaya untuk membantu terpilihnya [Biden] sebagai Presiden Amerika Serikat berikutnya".
Kinerja di bidang hukum dan kebijakan
Pencalonan Harris pada tahun 2020 membuat performanya sebagai jaksa penuntut utama California disorot.
Meskipun bersandar ke sisi kiri pada masalah-masalah seperti pernikahan gay dan hukuman mati, dia menghadapi serangan berulang-ulang dari kaum progresif karena dianggap tidak cukup progresif, dan menjadi subyek opini editorial oleh profesor hukum Universitas San Francisco, Lara Bazelon.
Pada awal masa kampanye, Bazelon menulis bahwa Harris sering menghindari pertempuran progresif yang melibatkan isu-isu seperti reformasi polisi, reformasi narkoba dan penuntutan yang salah.
Harris, yang mendeskripsikan diri sebagai "penuntut progresif" mencoba memperlihatkan ia lebih condong ke kiri dengan mengharuskan beberapa agen khusus Departemen Kehakiman California, lembaga negara pertama yang mengadopsi aturan itu, untuk mengenakan kamera di badan.
Ia juga meluncurkan database yang memungkinkan publik melihat statistik kejahatan - tetapi dia masih gagal mendapatkan daya tarik.
"Kamala adalah seorang polisi" menjadi kalimat yang umum digunakan dalam kampanye, hal yang merusak upaya Harris untuk memenangkan basis Demokrat yang lebih liberal selama pemilihan pendahuluan.
Tetapi kredensial penegakan hukum yang sama itu mungkin terbukti bermanfaat dalam pemilihan umum mengingat Demokrat perlu memenangkan pemilih independen dan pemilih yang lebih moderat.
Sekarang, ketika AS bergumul dengan masalah rasial dan ada sorotan terkait kebrutalan polisi, Harris berada di garis depan untuk memperkuat suara kelompok progresif.
Di acara talk show, Harris menyerukan perubahan praktik-praktik kepolisian di seluruh AS.
Di Twitter, dia menyerukan penangkapan anggota polisi yang membunuh Breonna Taylor, seorang perempuan Afrika-Amerika berusia 26 tahun dari Kentucky dan dia sering berbicara tentang perlunya membongkar rasialisme sistemik di negara itu.
Ketika ada dorongan progresif untuk menghentikkan anggaran untuk kepolisian dan mengalihkannya ke program sosial - yang ditentang oleh Biden, Harris menyerukan untuk "menata ulang" keamanan publik.
Harris sering mengatakan bahwa identitasnya membuatnya cocok untuk mewakili mereka yang terpinggirkan.
Sekarang Biden telah menjadi pasangannya di Pemilu AS, Harris mungkin mendapat kesempatan untuk melakukan lebih dari itu dari dalam Gedung Putih.