Suara.com - Anggota DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo tetap menandatangani Undang-Undang Cipta Kerja.
Padahal, menurut politikus dari fraksi yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja itu, UU tersebut masih terdapat beberapa kejanggalan dan masih ada unsur gegabah.
“Pasal 6 semestinya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam redaksionalnya. Namun, tersebut tidak ada karena di Pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali. Lalu, maksudnya merujuk kemana?” kata Bukhori.
Sebelumnya, Sekretariat Negara dinilai secara sepihak mengubah naskah yang semestinya tidak boleh diubah karena bukan kewenangannya.
Baca Juga: UU Omnibus Law Disahkan, Mardani Ali Sera: Tercatat Sebagai Sejarah Kelam
“Apakah undang-undang ini akan diubah lagi setelah diteken? Tidak semestinya barang cacat diberikan untuk rakyat,” kata Bukhori.
Bukhori berharap UU ini tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasinya, mengingat pihak yang akan paling terdampak akibat regulasi ini adalah rakyat. Di sisi lain, publik juga perlu mengawasi apakah UU Cipta Kerja sejalan dengan amanat UUD 1945 atau justru sebaliknya.
Sementara itu, setelah menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Fraksi Partai Demokrat DPR akan menggunakan pendekatan legislative review sebagai respons keputusan Presiden Joko Widodo meneken UU tersebut pada Senin (2/11/2020).
"Sebagai bagian dari sikap Demokrat yang menolak persetujuan RUU Cipta kerja di rapat paripurna DPR, tentu kami akan menyiapkan langkah-langkah legislative review melalui tata cara dan mekanisme yang diatur dalam UU, termasuk hak kami sebagai anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI untuk mempertimbangkan langkah-langkah mengusulkan revisi UU Cipta Kerja," tutur Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto.
Legislative review merupakan upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu peraturan perundang-undangan (Hukum Online).
Baca Juga: Demokrat Tempuh Legislative Review UU Ciptaker, PKS Nilai Sulit Berhasil
Sementara Fraksi PKS yang juga kontra dengan UU Cipta Kerja menilai langkah legislative review bukan hal yang mudah untuk dilakukan di tengah dominasi partai pendukung pemerintah di parlemen, tetapi pendekatan tetap memberikan asa.
"Terkait legislative review yang prosesnya serupa dengan pengajuan RUU biasa, saya melihat akan sulit untuk berhasil. Mengingat sikap akhir pemerintah terhadap RUU ini dan peta politik koalisi pendukung pemerintah di DPR," kata anggota Baleg Fraksi PKS Mulyanto.
UU Cipta Kerja didukung tujuh fraksi, hanya Demokrat dan PKS yang menolak.
"Jalannya panjang, namun ujungnya terlihat. Kecuali dukungan masyarakat sangat kuat untuk melakukan legislative review ini," Mulyanto menambahkan.
Jokowi telah menandatangani UU sehingga resmi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam laman setneg.go.id, UU tersebut ditandatangani pada Senin, 2 November 2020 dengan nomor Lembaran Negara 245 dan nomor Tambahan Lembar Negara 6673.
Total halaman UU berjumlah 1.187 halaman seperti yang terakhir disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Terdapat total XII bab dalam UU tersebut antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM; kemudahan berusaha; kebijakan fiskal nasional; dukungan riset dan inovasi.
Dalam pertimbangan UU tersebut dinyatakan bahwa UU CIpta Kerja "diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi."
Selanjutnya "untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja."
UU Cipta Kerja ini memuat 11 klaster, 15 bab, 186 pasar, dan merevisi 77 UU.