Suara.com - Malam mulai temaram selepas Maghrib, Senin (14/9/2020). Taufik tiba di rumah sakit darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.
Ia datang sendiri dengan melaju sepeda motornya dari daerah Jakarta Utara. Motor itu langsung diletakkan di area parkir.
Dihari pertama Pembatasan Sosial Berskala Besar gelombang kedua yang diberlakukan pemerintah Jakarta, Taufik -- begitu ia ingin dipanggil -- datang untuk menjalani isolasi sebagai pasien positif corona. Namun tak mudah baginya untuk mendapatkan pelayanan perawatan sebagai pasien dengan gejala ringan di sana.
Pada waktu itu, ratusan pasien antre. Mereka menunggu berjam-jam untuk mendapatkan kamar dan pelayanan isolasi di rumah sakit darurat Covid-19 tersebut.
Setelah melakukan registrasi pukul 18.15 WIB, Taufik baru mendapatkan kamar untuk perawatan pada pukul 01.00 dini hari. Lantaran kondisinya ada gejala sesak napas, ia dirawat di tower 7 dengan nomor pasien 2107.
Sebelumnya, Taufik sempat kesulitan mengakses pelayanan isolasi di RSD Wisma Atlet lantaran dokter Puskesmas Penjaringan, Jakarta Utara, dekat tempat tinggalnya, tidak mau memberikan surat rujukan. Alasan dokter, ruangan isolasi di Wisma Atlet sudah penuh sehingga dianjurkan untuk isolasi mandiri di rumah.
Padahal ketika itu kebijakan pemerintah Jakarta semua warga yang positif, baik gejala ringan, sedang hingga berat harus dirawat di Wisma Atlet, demi mencegah penularan di klaster rumah tangga. Meskipun kini pemerintah sudah memperbolehkan kembali pasien isolasi mandiri di rumah.
Pria 27 tahun itu menjalani perawatan selama 7 hari. Ia megaku dikasih obat tiga kali sehari, cek tensi tiga kali sehari, cek darah, rontgen dan cek jantung tiga kali selama isolasi. Pada hari ke 8 Taufik menjalani swab dan hasilnya negatif.
“Rabu, 23 September malam saya tes swab dan hasilnya negatif. Malam itu juga saya sudah diperbolehkan pulang,” kata Taufik ketika berbincang dengan Suara.com, Sabtu (3/10/2020).
Baca Juga: Ada 3 Jenis Masker untuk Cegah Virus Corona, Ini Fungsinya Masing-Masing!
Taufik merupakan karyawan sebah perusahaan media daring nasional di Jakarta. Sejak virus corona merebak di Indonesia, ia tetap bekerja seperti biasa liputan di lapangan tanpa work from home. Baru setelah dia terinfeksi, atasannya menyuruh WFH.