Siasat Brigjen Prasetijo Palsukan Surat, Tak Pakai Tanda Tangan Kabareskrim

Selasa, 03 November 2020 | 18:34 WIB
Siasat Brigjen Prasetijo Palsukan Surat, Tak Pakai Tanda Tangan Kabareskrim
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo (kiri) berbincang dengan tim penasehat hukum saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang lanjutan perkara surat jalan palsu kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (3/11/2020). Total ada tujuh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) guna memberi keterangan terkait perkara ini.

Salah satu saksi yakni Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Kompol Dody Jaya.

Dalam persidangan yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kompol Dody mengaku diminta membuat surat jalan oleh Brigjen Prasetijo Utomo.

Dody mengatakan, surat jalan tersebut untuk tujuan ke Pontianak. Kata dia, surat jalan tersebut untuk Prasetijo.

Baca Juga: Kasus Surat Jalan Palsu, Prasetijo Tanya Alasan Polisi Buat Laporan Sendiri

"Surat jalan untuk beliau sendiri, tujuan ke Pontianak. Beliau meminta saya 'Tolong bikinkan surat jalan untuk saya," ujar Dody, Selasa sore.

Kepada Prasetijo, Dody sempat bertanya ihwal tujuan pembuatan surat tersebut. Hanya saja, pertanyaan Dody tidak dijawab secara rinci oleh jenderal bintang satu tersebut.

"Atas namanya Prasetijo pengikut Kompol Jhony tujuannya ke Pontianak. Saya tanya, 'tujuannya apa, tulis saja Pontianak," sambungnya.

Setelah rampung membuat surat tersebut, Dody menyerahkanya pada Prasetijo. Tak lama berselang, Dody berlalu meninggalkan Prasetijo.

"Saya serahkan ke beliau, beliau melihat langsung, saya taruh di meja beliau, saya keluar," kata dia.

Baca Juga: Djoko Tjandra Didakwa Suap Jaksa Pinangki dan 2 Jendral

Dody melanjutkan, dia sempat dipanggil oleh Prasetijo guna mengoreksi surat yang telah dibuat. Kepada Dody, Prasetijo meminta agar surat jalan tersebut tidak diteken oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit.

"Setelah beberapa minggu, sesprinya bilang dipanggil bapak (Prasetijo). Beliau mengatakan, 'ini yang tanda tangan saya', posisi itu (surat) sudah tercoret.  'Yang tanda tangani saya jangan Kabareskrim, harusnya yang tanda tangan Kabareskrim atau Waka lalu diganti jadi nama bapak. Prasetijo Utomo," jelas Dody.

Lebih dari Sekali

Dody bersaksi, dia tidak hanya satu kali diminta untuk membuat surat jalan. Dia kembali diminta untuk membuat surat jalan atas nama Anita Kolopaking dan Djoko Segiarto pada 3 Juni 2020.

Dalam hal ini, Dody sudah tiga kalo diminta untuk membuat surat jalan. Surat tersebut atas nama Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.

"Total ada 3 (surat), atas nama pak Prasetijo pengikut Jhony. Kedua Ibu Anita pengikut Djoko Soegiarto. Tanggalnya bersamaan kalau tidak salah tangal 3 bulan Juni. Surat berikutnya atas nama Djoko Soegiarto. Tidak ada pengikut cuma dia saja, itu tanggal 18 Juni 2020," imbuh Dody.

Dakwaan Jaksa

Brigjen Prasetijo Utomo didakwa tiga pasal berbeda dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra. Hal tersebut diketahui seusai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020) lalu.

Pertama, Prasetijo didakwa jaksa telah melakukan, menyuruh, hingga turut serta dalam membuat surat palsu untuk Djoko Tjandra. Sangat jelas, tindakan itu mampu menimbulkan kerugian.

Jaksa mengatakan, tindakan Brigjen Prasetijo dalam menggunakan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, hingga surat rekomendasi kesehatan telah merugikan institusi Polri secara immateriil. Bahkan, jaksa menyebut jika jenderal bintang satu itu telah mencoreng nama baik Korps Bhayangkara.

Jaksa melanjutkan, pihak yang mengalami kerugian immateriil adalah otoritas Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur dan Bandara Supadio, Pontianak. Sebab, ada tindakan memanipulasi petugas dengan menggunakan surat yang tidak benar.

Selanjutnya, Brigjen Prasetijo juga didakwa melakukan perbuatan berlanjut seorang pejabat. Dia secara sengaja membantu melepaskan atau memberi pertolongan pada Djoko Tjandra yang saat itu tengah menjadi buronan Kejaksaan Agung.

Jaksa menilai, Brigjen Prasetijo selaku pejabat Polri seharusnya menyerahkan atau memberi informasi soal keberadaan Djoko Tjandra. Namun, dia malah bertindak sebaliknya, yakni menyanggupi dan mengusahakan dokumen perjalanan untuk sang buronan.

Berikutnya, Brigjen Prasetijo juga didakwa melakukan kejahatan dengan menghalangi penyidikan. Dia terbukti membakar sejumlah dokumen lantaran pemberitaan mengenai keberadaan Djoko Tjandra di Tanah Air mulai merebak.

Pada tanggal 8 Juli 2020, Brigjen Prasetijo menghubungi saksi Jhony Andrijanto yang berada di Jalan Aria Suryalaga, Bogor, Jawa Barat. Saat itu, Prasetijo memerintahkan Jhony untuk membakar surat-surat yang digunakan dalam perjalanan penjemputan Djoko Tjandra dari Pontianak ke Jakarta.

Atas perbuatannya, Brigjen Prasetijo pasal 263 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Lalu Brigjen Prasetijo juga diancam pasal 426 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Ketiga, Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI