Suara.com - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, memahami perasaan umat Islam sedunia atas penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh media Charlie Hebdo.
Namun, Macron menegaskan sedang melawan "Islam radikal" sebagai ancaman bagi semua orang.
"Saya memahami sentimen yang diungkapkan dan saya menghormati mereka. Tapi Anda harus memahami peran saya sekarang, untuk melakukan dua hal: mempromosikan ketenangan dan juga melindungi hak-hak ini," kata Macron dalam sebuah wawancara eksklusif kepada Al Jazeera.
"Saya akan selalu membela kebebasan untuk berbicara, menulis, berpikir, menggambar di negara saya," tambahnya.
Baca Juga: CEK FAKTA: Seorang Wanita Muslim di Prancis Baru Saja Diserang Pria Asing?
Macron juga mengecam apa yang dia sebut sebagai distorsi dari para pemimpin politik, dengan mengatakan bahwa masyarakat sering dituntun untuk percaya bahwa karikatur tersebut adalah hasil karya negara Prancis.
"Saya pikir reaksi itu muncul sebagai akibat dari kebohongan dan penyimpangan kata-kata saya karena orang-orang mengerti bahwa saya mendukung kartun-kartun ini," kata Macron.
"Karikatur itu bukan proyek pemerintah, tapi muncul dari surat kabar bebas dan independen yang tidak berafiliasi dengan pemerintah," tegasnya.
Macron mengacu pada penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad oleh majalah satire Charlie Hebdo baru-baru ini, untuk menandai pembukaan persidangan atas serangan mematikan pada tahun 2015.
Presiden Macron membela "hak untuk menghujat" di bawah hak kebebasan berbicara pada saat republikasi pada bulan September tersebut.
Baca Juga: Makin Mencekam, Masjid Agung Prancis Diteror Pakai Kepala Babi
Keputusan Macron itu kemudian ditanggapi oleh reaksi keras dari aktivis Muslim pada tanggal 2 Oktober.
Selain itu Macron juga menyebutkan bahwa Islam "dalam krisis global" dan mengumumkan rencananya "untuk mereformasi Islam" agar lebih sesuai dengan nilai-nilai republik negaranya.
Macron kembali menegaskan pandangannya terhadap kartikatur Nabi Muhammad saat insiden pemenggalan seorang guru sejarah geografi oleh ekstrimis keturunan Checnya.
Muslim korban pertama
Sementara Muslim di Prancis mengutuk pembunuhan guru tersebut. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran akan hukuman kolektif di tengah tindakan keras pemerintah yang menargetkan organisasi Islam dan serangan oleh kelompok main hakim sendiri di masjid.
Sementara itu, komentar Macron memicu kemarahan di seluruh dunia Muslim, menyebabkan puluhan ribu orang - dari Pakistan hingga Bangladesh hingga wilayah Palestina - melakukan protes anti-Prancis.
Saat perdebatan tentang Islam dan kebebasan berekspresi semakin mendalam, banyak pejabat di negara-negara mayoritas Muslim mengeluarkan seruan untuk memboikot produk buatan Prancis.
Nabi Muhammad sangat dihormati oleh umat Islam dan segala jenis penggambaran visual dilarang dalam Islam.
Karikatur yang dimaksud dipandang oleh umat muslim sebagai ofensif dan Islamofobia karena dianggap mengaitkan Islam dengan terorisme.
"Saat ini di dunia ada orang yang mendistorsi Islam dan atas nama agama ini yang mereka klaim untuk dibela, mereka membunuh, mereka membantai ... hari ini ada kekerasan yang dilakukan oleh beberapa gerakan ekstremis dan individu atas nama Islam," kata Macron.
"Tentu ini menjadi masalah bagi Islam karena umat Islam adalah korban pertama. Lebih dari 80 persen korban terorisme adalah Muslim, dan ini adalah masalah bagi kita semua." imbuhnya.
Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera, mengatakan komentar Macron tampaknya menjadi upaya untuk mengklarifikasi posisinya dalam masalah yang penting bagi Prancis dan dunia Muslim.
"Saya pikir kerusakan sudah terjadi. Tapi saya tidak yakin itu harus terus meningkat, karena pada akhirnya… tidak ada pemenang. Eropa berdiri bahu membahu melawan sejumlah negara di dunia Muslim atas masalah budaya dan agama dan interpretasi masalah ini," kata Bishara.
Serangkaian teror di Prancis terus berlanjut ketika seorang pemuda dari Tunisia menusuk tiga orang yang sedang berada di sebuah gereja di kota Nice di Mediterania. Pada hari yang sama, seorang pria Saudi menikam dan melukai seorang petugas keamanan di konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi.
Para pemimpin negara Muslim menyampaikan belasungkawa mereka kepada Prancis setelah insiden di Kota Nice dan mengungkapkan solidaritas mereka dan mengutuk kekerasan tersebut.