Suara.com - Anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW meminta Presiden Jokowi menghubungi Presiden prancis Emmanuel Macron secara langsung.
Pasalnya, teguran resmi dari RI agar pemerintah Prancis tidak mengumbar pernyataan yang dinilai anti-Islam, tak diindahkan oleh Macron.
Usulan HNW itu disampaikan dirinya melalui akun Twitter miliknya @hnurwahid. Ia meminta Jokowi segera turun tangan menghubungi Macron demi kedamaian dunia.
"Demi dunia yang damai, Jokowi perlu telepon langsung Macron," kata HNW seperti dikutip Suara.com, Senin (2/11/2020).
Baca Juga: FPI Sumpahi Presiden Prancis Macron Meninggal dalam Kondisi Hina
Menurut Wakil Ketua MPR RI itu, teguran resmi dari pemerintah Indonesia untuk Presiden Macron sama sekali tak diindahkan oleh Macron.
Macron, kata HNW, justru ngotot mendukung dengan dalih kebebasan berekspresi.
Padahal, Mahkamah HAM Eropa juga telah menegaskan tindakan tersebut tidak benar.
"Kecaman Presiden @jokowi kepada Presiden Macron agar hentikan penghinaan kepada Nabi Muhammad tidak diindahkan oleh Macron," ungkap HNW.
Tak Terima Ada Kekerasan karena Kartun Nabi Muhammad
Baca Juga: Serukan Demo Bela Nabi, Habib Rizieq: Jangan Ikuti Orang-orang Sok Bijak
Presiden Prancis Emmanuel Macron bicara setelah gelombang kecaman karena dirinya dianggap menghina Islam. Macron bicara, Sabtu (31/10/2020) waktu setempat.
Macron memahami muslim marah karena kartun Nabi Muhammad. Tapi dia menilai itu bukan alasan untuk melakukan kekerasan.
Macron memberi kesempatan wawancara kepada jaringan televisi Arab Al Jazeera. Wawancara itu disiarkan pada Sabtu.
Selama wawancara, Macron mengatakan Prancis tidak akan mundur dalam menghadapi kekerasan. Ia akan membela hak kebebasan berekspresi, termasuk penerbitan kartun.
Namun, presiden Prancis itu menekankan bahwa tidak berarti dirinya atau para pejabatnya mendukung kartun-kartun itu yang oleh Muslim dianggap menghujat, juga tidak berarti bahwa Prancis anti Muslim.
"Jadi saya memahami dan menghormati bahwa orang-orang terkejut dengan kartun ini. Tetapi saya tidak akan pernah menerima bahwa seseorang dapat membenarkan kekerasan fisik karena kartun ini, dan saya akan selalu membela kebebasan di negara saya untuk menulis, berpikir, menggambar," kata Macron, menurut transkrip wawancara yang dirilis oleh kantornya.
"Peran saya adalah menenangkan segalanya, itulah yang saya lakukan, tetapi pada saat yang sama, melindungi hak-hak ini," menurut dia.
Seorang penyerang yang meneriakkan "Allahu Akbar" memenggal seorang perempuan dan membunuh dua orang lainnya di sebuah gereja di Nice pada Kamis (29/10/2020).
Peristiwa itu merupakan serangan pisau berujung maut kedua di Prancis dalam dua minggu.
Tersangka penyerang, berusia 21 tahun dari Tunisia, ditembak oleh polisi dan sekarang berada dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Polisi menyebutkan bahwa satu orang lagi ditahan sehubungan dengan serangan itu.
Orang tersebut menambah tiga lainnya yang sudah ditahan karena dicurigai melakukan kontak dengan penyerang.
Macron telah mengerahkan ribuan tentara untuk melindungi berbagai lokasi. Seperti tempat ibadah dan sekolah.
Sementara itu, para menteri telah memperingatkan bahwa serangan militan lainnya bisa terjadi.
Serangan Nice, pada hari Muslim merayakan peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, terjadi di tengah kemarahan yang meningkat di kalangan Muslim di seluruh dunia atas pembelaan Prancis pada hak untuk menerbitkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Pada 16 Oktober, Samuel Paty, seorang guru sekolah di daerah pinggiran Kota Paris, dipenggal kepalanya oleh seorang remaja keturunan Chechnya.
Warga berusia 18 tahun itu tampaknya marah terhadap guru tersebut, yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas selama pelajaran kewarganegaraan.
Di beberapa negara mayoritas berpenduduk Muslim, para pengunjuk rasa mengecam Prancis dalam aksi unjuk rasa di jalanan. Beberapa negara juga menyerukan pemboikotan terhadap produk-produk Prancis.
Prancis, yang gelisah mengantisipasi kemungkinan serangan lainnya, tersentak pada Sabtu malam ketika seorang imam Ortodoks Yunani ditembak dan terluka di gerejanya di kota Lyon di Prancis tenggara.
Namun, para pejabat tidak memberikan indikasi dugaan terorisme pada serangan di gereja Lyon itu.