Suara.com - Irjen Napoleon Bonaparte meminta uang sebesar Rp7 miliar dalam perkara dugaan suap penghapusan nama terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice. Fakta tersebut dibeberkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan sidang perdana yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Awalnya, Napoleon dan Prasetijo diberikan uang agar nama Djoko Tjandra dihapus dari Daftar Pencarian Orang/DPO yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasalnya, saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buronan dalam perkara cassie Bank Bali.
Jaksa menambahkan, Djoko Tjandra pada awal April 2020 sedang berada di Malaysia. Dia hendak mengajukan Peninjauan Kembali atau PK ke Mahkamah Agung agar bebas dari semua jeratan hukum.
Hanya saja, persyaratan pengajuan PK mewajibkan Djoko Tjandra harus datang ke Tanah Air. Pada lain hal, dia adalah seorang buronan, jika kembali akan langsung dieksekusi.
Baca Juga: Pakai Rompi Pink, Irjen Napoleon Hadiri Sidang Perdana Perkara Red Notice
Selanjutnya, Djoko Tjandra meminta bantuan pada Tommy Sumardi untuk menanyakan statusnya ke Divisi Hubungan Internasional Polri. Dalam hal ini, Djoko Tjandra sudah menitipkan uang senilai Rp10 miliar kepada Tommy.
Jaksa melanjutkan, pada tanggal 17 April, Tommy bertemu dengan Napoleon. Kepada Tommy, Napoleon menyanggupi permintaan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO. Napoleon lantas meminta imbalan atas permitaan tersebut. Saat Tommy bertanya, Napoeon meminta uang senilai Rp3 miliar.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh terdakwa Irjen Napoleon dijawab 3 lah ji (Rp3 miliar)," kata jaksa.
Setelahnya, Tommy langsung menghubungi Djoko Tjandra yang saat itu berada si Malaysia. Kemudian, Djoko Tjandra mengirim uang sebesar USD 100 ribu kepada Tommy.
Jaksa mengatakan, Tommy bertemu dengan Brigjen Prasetijo sebelum menyerahkan uang kepada Napoleon. Setelahnya, Prasetijo mengambil uang sebesar USD 50 ribu dari USD 100 ribu yang dibawa oleh Tomny untuk Napoleon.
Baca Juga: Besok, Djoko Tjandra dan Irjen Napoleon Sidang Perdana Kasus Red Notice
Seusai pertemuan itu, keduanya mendarangi Napoleon dengan maksud memberi USD 50 ribu. Hanya, uang tersebut ditolak dan Napoelon meminta uang sebesar Rp7 miliar.
"Setiba di ruangan Kadihubinter, Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD 50 ribu. Namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut," beber jaksa.
Saat itu, Napoleon menyebut jika permintaan uang sebesar Rp7 miliar bukan untuk dia seorang. Namun untuk para petinggi di instansinya.
"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, dan berkata 'petinggi kita ini'. Selanjutnya sekitar pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo Utomo dengan membawa paper bag warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri," tutup jaksa.
Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.