Suara.com - Pengamat Politik Rocky Gerung mengkritik kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo ke Indonesia.
Menurutnya, kedatangan Pompeo sejatinya dilatarbelakangi oleh urgensi untuk meminta kepastian hubungan luar negeri kepada Presiden Jokowi.
Oleh sebab itu, Pompeo dalam lawatannya mengunjungi GP Ansor dan memberi peringatan untuk terus mewaspadai China.
"Itu menlu dalam sistem politik AS adalah orang kedua setelah presiden. Karena itu kehadirannya berarti ada aurgensi untuk meminta kepastian hubungan luar negeri. Kita harus baca konteksnya, ada ketegangan politik yang beralih ke militer di China Selatan," ujar Rocky Gerung dalam tayangan video berjudul "Menlu AS Ajak Banser Anshor Lawan China Dan Komunis" yang diunggah di Kanal YouTube-nya, Jumat (30/10/2020).
Baca Juga: Erick Thohir Dihantam PDIP karena Ketidaksukaan, Refly Harun: Saya Dengar
Rocky Gerung mengatakan, Pompeo datang untuk mengobservasi Laut China Selatan melalui berbagai proxy-nya. Sebab, Indonesia yang secara historis berada di pihak Amerika Serikat, kini secara pragmatis justru ada di sisi China.
Dengan kata lain, Rocky Gerung menyebut Amerika Serikat sedang melakukan penghitungan ulang papan catur perpolitikan dan militer di Laut China Selatan.
"Pompeo datang untuk mengobservasi Laut China Selatan melalui berbagai proxy-nya. Secara historis Indonesia ada di proxy Amerika, tapi secara pragmatis Indonesia dianggap terlalu mememberi peluang banyak secara bisnis kepada China," kata Rocky.
"Jadi Amerika Serikat mau menghitung ulang papan catur di Laut China Selatan dengan melakukan konsolidasi," imbuhnya.
Menurut Rocky Gerung, melawatnya Pompeo ke GP Ansor bermakna politis dan bisa ditebak. Sebab, Ansor dinilai mewakili mayoritas Islam yang bergerak militan.
Baca Juga: Fadli Zon: Apa BUMN Diganti Nama Saja Jadi BUMR, Badan Usaha Milik Relawan?
Kendati begitu, Rocky Gerung pun sangat yakin antara Pompeo dan NU telah ada pembicaraan terlebih dahulu.
"Kehadiran Menlu AS di GP Ansor itu artinya ada hitungan yang stagtis karena GP Ansor mewakili mayoritas Islam. Kenapa gak dengan NU? Karena dalam hitungan politik luar negeri Amerika, GP ansor itu militansinya lebih terlihat dari manuver politik NU sebagai induk ideologi," ungkapnya.
"Tentu sebelumnya ada pembicaraan dengan NU, mungkin diplomasi setengah kamar, mungkin juga dengan beberapa simbol islam," sambung Rocky.
Lebih lanjut lagi, Rocky Gerung mengatakan tidak mungkin apabila Pompeo memberi ceramah secara terbuka terkait masalah ini. Sebab, hal itu dirasa merupakan kalkulasi terakhir untuk menegur Indonesia.
Adapun cara Amerika Serikat mendekati GP Ansor dikategorikan ke dalam taktik soft power. GP Ansor menurut Rocky dimanfaatkan untuk hal itu, guna menegur pihak Istana yang condong ke proxy China.
"Sebetulnya Amerika menegur Indonesia melalui GP Ansor. Itu pesan diplomatiknya begitu. Itu cara-cara yang kita pahami kalau kita belajar strategi soft power Amerika," jelas Rocky.
"Ansor dimanfaatkan dalam pengertian diplomasi dunia oleh Amerika untuk menegur Istana yang condong ke proxy China. Kan gak mungkin Pompoe bilang hal yang sama ke Presiden Jokowi," tegasnya.
Tidak hanya itu, Rocky Gerung juga mengatakan Amerika sejauh ini masih mengincar Indonesia lantaran dianggap sebagai pemain potensial. Apalagi mendekati momentum pemilihan presiden di sana, antara Donald Trump dengan Joe Biden.
"Amerika menilai Indonesia pemain potensial di Asia Pasifik atau Asia Tenggara khususnya. Sehingga dibuka lagi file lama, kelompok mana yang bisa dipakai Amerika untuk memperluas proxy Amerika. Itu kita bisa baca dalam keadaan Trump ingin dapat tambahan suara untuk menandingi Joe Biden yang makin kuat," ungkap Rocky Gerung.
"Dia perlu kontraksi kecil di dalam negeri. Dia sekarang bisa mendapatkan itu, Amerika bisa gelar senjata di Laut China Selatan dan memastikan Indonesia ada di posisi mana kalau nanti waktunya tiba," tandasnya.
Lihat videonya di sini.