Suara.com - Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin menyebut tingkat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian di Indonesia sangat rendah karena aparat Koprs Bhayangkara itu suka bertindak represif.
Ade mengatakan publik sangat sulit mendapatkan keadilan termasuk saat menyampaikan aspirasi karena selalu dihadapi dengan tindakan kekerasan aparat.
"Saat ini memang kepercayaan publik terhadap penegakan hukum sedang berada dalam titik nadir ya, karena kenapa bagaimana kemudian publik mengharapkan keadilan, sedangkan praktik-praktik ketidakadilan itu dipertontonkan gitu, ya salah satunya adalah model-model penanganan aksi yang menggunakan kekerasan," kata Ade dalam jumpa pers virtual, Jumat (30/10/2020).
Tindakan represif itu, kata Ade bahkan saat ini sudah tak pandang bulu, banyak terjadi kasus, salah sasaran seperti yang alami 4 relawan medis MDMC Muhammadiyah dan 7 wartawan saat aksi demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 13 Oktober 2020 lalu.
Baca Juga: Demo Disusupi Provokator, Demokrat: Megawati Tak Boleh Asal Tuduh Milenial
"Agak aneh, padahal mereka semua itu baik itu medis baik itu jurnalis, media itu menjalankan perintah undang-undang, menjalankan misi kemanusiaan, tapi dalam praktik penanganan demonstrasi kemarin itu seolah-olah semua dipukul rata," jelasnya.
Oleh sebab itu, LBH Pers bersama LBH PP Muhammadiyah, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) PP Muhammadiyah, YLBHI, KontraS, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Imparsial, dan TAUD (Tim Advokasi untuk Demokrasi) melalui surat tanggal 16 Oktober 2020 yang tak terbalas hingga saat ini mendesak polisi mengusut tuntas tindakan represif anggotanya dan segera minta maaf.
"Sejak 16 Oktober 2020, Majelis Hukum dan HAM sebenarnya telah melayangkan surat keberatan dan permohonan proses hukum kepada Kepolisian. Namun hingga saat ini, hingga siang ini belum ada tanggapan, balasan, ataupun panggilan atas surat ini dari pihak Kepolisian," kata Direktur LBH PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho menambahkan.
Alih-alih mengakui dan meminta maaf, mereka menyayangkan sikap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus yang justru membantah jika anggotanya telah melakukan menyerang 4 anggota relawan MDMC Muhammadiyah.
Mereka juga mengadu ke Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas tindakan represif polisi terhadap relawan medis Muhammadiyah.
Baca Juga: Gegara UMP Tak Naik, Buruh Ancam Geruduk Istana hingga Mogok Nasional
"Tidak hanya itu, PP Muhammadiyah juga telah melayangkan surat pengaduan dugaan pelanggaran HAM ini kepada Komnas HAM karena kami menganggap tindakan represif dan kekerasan itu merupakan pelanggaran HAM yang terus kemudian ditindaklanjuti oleh Komnas HAM," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, relawan medis Muhammadiyah diserang polisi pada 13 Oktober 2020 sekitar pukul 20.00 WIB di sekitaran depan Gedung PP Muhammadiyah Jakarta, padahal mereka sedang bertugas menolong korban di sekitar Tugu Tani dan Kwitang.
Keempatnya dipukul, dihantam benda tumpul, dan diinjak injak, hingga mengalami luka serius, memar-memar, dan berdarah di sekitar muka dan tubuhnya. Satu orang korban bahkan ditabrak di trotoar oleh oknum aparat yang menggunakan motor trail.
Setelah dipukul, keempatnya juga dipaksa untuk mengaku sebagai provokator unjuk rasa. Padahal para korban sudah mengatakan bahwa mereka adalah relawan medis Muhammadiyah dan tidak ada sangkut pautnya dengan demonstrasi.
Keempatnya sempat ditangkap dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan untuk dibawa ke diamankan, namun dicegah oleh relawan MDMC Bekasi yang menghalau niat polisi tersebut.