Suara.com - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menyoroti aksi rasial yang dilakukan TS, seorang guru di SMAN 58 Ciracas dalam pemilihan OSIS di sekolah tersebut.
Dia menilai tindakan rasis yang dilakukan TS menunjukkan krisisnya toleransi. Dia pun mengaku prihatin atas tindakan guru tersebut.
"Seharusnya seorang guru dapat menjadi teladan dan perekat toleransi. Bukan malah menebarkan bibit-bibit intoleransi kepada murid-muridnya," kata Anto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/10/2020).
Anto melihat apa yang dilakukan oknum guru tersebut menggambarkan persoalan intoleransi yang telah mencapai titik kritis. Apalagi ketika dilihat dari beberapa hasil survei maupun studi terkait intoleransi, dapat dikatakan kalau persoalan intoleransi sudah mewabah di dunia pendidikan.
Baca Juga: Media Iran Terbitkan Karikatur Presiden Macron Menyerupai Iblis
Ia menganggap hal tersebut sudah sangat mengkhawatirkan bagi perjalanan bangsa ke depannya. Padahal, seharusnya menurut Anto, sekolah itu bisa mengajarkan bagaimana menghargai perbedaan kepada murid-muridnya.
Lebih lanjut, Anto juga menilai mesti ada perhatian serius dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap metode pembelajaran di sekolah.
"Apalagi jika kita menyimak pidato-pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang acap kali mendengungkan persoalan intoleransi yang masih menjadi ancaman bagi Pancasila dan keutuhan persatuan nasional," tuturnya.
Poin pertama yang harus dilakukan Kemendikbud ialah segera mengevaluasi sistem pendidikan di tanah air yang masih masih membuka peluang terjadinya intoleransi di sekolah, baik melalui pengajar, organisasi di sekolah maupun materi ajar dan referensi bacaan yang digunakan.
Lalu poin kedua, Kemendikbud perlu mendorong pengarusutamaan pendidikan multikultural dalam kurikulum pendidikan nasional. Dalam hal ini kementerian dapat berkolaborasi dengan beragam pihak yang peduli dan berkegiatan pada isu yang sama.
Baca Juga: Kartun Hina Nabi Harus Dikecam, Penggal Kepala Guru Juga Tindakan Brutal
"Mengajarkan nilai-nilai penghargaan dan penghormatan terhadap keragaman budaya, etnis, suku dan agama sangat penting dilakukan di sekolah baik dari usia dini hingga perguruan tinggi," tuturnya.
"Tujuannya yaitu untuk menumbuhkan sikap yang menghargai dan menghormati perbedaan. Hal inilah yang sangat penting untuk tersampaikan dan terinternalisasi kepada generasi muda kita saat ini."
Beredar chat rasis dari seorang guru dalam pemilihan OSIS di SMAN 58 Ciracas, Jakarta Timur. Guru itu meminta agar murid-muridnya tidak memilih siswa non-muslim sebagai ketua OSIS.
Terkait kasus ini, Kepala Sekolah SMAN 58, Dwi Arsono menyebut pihak sekolah tetap memastikan pemilihan OSIS berjalan secara demokratis.
Dalam pemilihan OSIS itu, ada tiga kandidat yang mengajukan. Guru berinisial TS itu meminta kepada anggota Rohis SMAN 58 untuk memilih selain nomor 1 dan 2 karena tidak beragama islam.
"Yang menang malah sesuai demokratis, bukan nomor yang diimbau oleh guru tersebut, nomor 1," ujar Dwi saat dihubungi Suara.com, Selasa (27/10/2020).
Dwi juga mengatakan pihaknya sudah melaporkan kasus ini kepada Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta. Pihak Disdik nantinya yang berwenang menjatuhi sanksi.
"Karena (guru itu) eselon golongan 4, maka sanksi dari Disdik. Kita sudah proses sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Berikut 5 fakta baru guru rasis TS:
1. TS Akan Dipanggil
Dwi juga mengaku sudah memanggil TS secara langsung. Guru agama islam itu disebutnya sudah menyesal dan menyampaikan permintaan maaf melalui video dan membuat surat yang ditandatangani di atas materai.
"Yang bersangkutan sudah menyesal dan secara pribadi minta maaf kepada sekolah dan masyarakat luas. Tandatangan di atas materai," jelasnya.
2. Cuma Mau Dukung
Menurutnya, TS tidak bermaksud menyampaikan keterangan intoleran kepada publik luas. Ia hanya sekadar menyampaikan dukungan untuk salah satu calon Ketua OSIS kepada kelompok Rohis SMAN 58.
"Jadi niatnya hanya semata-mata untuk menerapkan kepemimpinan di kelas. Jadi tidak ada niat untuk intoleran," katanya.
Selain itu, ia menyebut pihak sekolah tak ada kaitannya dengan pernyataan TS itu. Ia juga menyebut sudah memastikan pemilihan OSIS berlangsung secara demokratis dan jujur.
"Itu adalah pribadi tindakan guru bukan dari sekolah. Sekolah sudah menangani dan memproses dan memastikan pelaksanaan berlangsung secara demokratis, bebas , dan rahasia," pungkasnya.
3. Beredar di Medsos
Sebelumnya beredar di media sosial tangkapan layar mengenai seorang guru di SMAN 58 Jakarta Timur melakukan tindakan rasis. Ia melarang siswanya memilih calon non muslim saat pemilihan Ketua OSIS.
Dari tangkapan layar yang diterima, guru tersebut berinisial TS. Ia menyampaikan instruksi rasis itu dalam sebuah grup WhatsApp bernama Rohis 58.
Kepada anggota grup itu, Tini meminta para siswa tidak memilih pasangan nomor urut 1 dan 2 karena agamanya.
"Assalamualaikum hati-hati memilih Paslon 1 dan 2 calon non islam," kata Tini dalam percakapan grup itu yang dikutip Suara.com, Selasa (27/10/2020).
4. Menyesal dan Minta Maaf
Guru TS yang membuat pernyataan rasis sudah menyesal. Bahkan guru itu sudah diminta membuat permintaan maaf lewat video yang disebar ke lingkungan sekolah.
Dwi mengatakan pihaknya sudah memanggil TS begitu pernyataan bernada rasisme menyebar di media sosial. TS juga diminta membuat permintaan maaf yang ditandatangani di atas materai.
"Sudah minta maaf melalui di atas materai, terus diminta buat video yang dishare di lingkungan sekolah," ujar Dwi saat dihubungi Suara.com, Selasa.
Dwi menyebut guru tersebut terlihat sangat menyesal atas perbuatannya. Sebab ia hanya berniat mendukung salah satu siswa agar bisa memenangkan pemilihan OSIS.
"Pas kita ketemu, dia sudah minta maaf dan sangat menyesal ya. Terlihat juga dari raut wajahnya kan," tuturnya.
5. Panggil Siswa Penyebar WA Guru Rasis
Dwi Sasono, menyatakan guru berinisial TS sudah meminta maaf dan tindakannya yang membuat pernyataan rasis sudah diproses Dinas Pendidikan (Disdik). Namun, kasus ini masih berlanjut karena pihak sekolah akan memanggil siswa yang menyebarkan percakapan rasis itu.
Dwi mengatakan pemanggilan ini tidak bertujuan memberikan hukuman pada siswa penyebar foto itu. Ia hanya ingin memberikan pendidikan soal penggunaan media sosial yang diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Namun pemanggilan siswa itu harus ditunda sementara waktu. Sebab saat ini sekolah masih belum dibuka dan siswa belajar secara daring atau online.
"Saat ini belum masih PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Nanti bakal dipanggil untuk pembinaan juga. Karena kan dalam UU ITE dijelaskan agar menggunakan medsos dengan bijak," ujar Dwi saat dihubungi Suara.com.
Dwi menjelaskan, awalnya TS hanya berniat menyampaikan pernyataan bernada rasis itu kepada 44 siswa SMAN 58 yang tergabung dalam ekstrakulikuler Rohis lewat pesan singkat di WhatsApp. Namun, salah seorang siswa memberitahukannya kepada pelajar lain.
"Dia punya teman berkelompok tujuh orang, dia sampaikan ke teman-temannya saja. Di-japri ke temannya yang beragama kristen," jelasnya.