Suara.com - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA Polresta Banda Aceh menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bukan qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat, dalam menangani kasus kekerasan anak.
"Melalui Unit PPA, kami tetap menggunakan UU Perlindungan Anak. Jadi kami tidak menggunakan qanun jinayat," kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, AKP M Ryan Citra Yudha dalam jumpa pers di Banda Aceh, Rabu (28/10/2020).
Ryan mengatakan kejahatan terhadap anak terutama pencabulan maupun pelecehan seksual sudah sangat meresahkan, karena itu pihaknya tidak menggunakan qanun, supaya memberikan efek jera kepada pelaku.
"Tidak bisa hanya dengan kenakan qanun, tapi kita kenakan UU khusus, karena lex specialis. Jadi kita kenakan UU Perlindungan Anak biar ada efek jera terhadap yang lainnya dengan hukuman yang maksimal," ujarnya.
Baca Juga: Kekerasan Perempuan dan Anak di Sumsel Kian Naik, Pelaku Ialah Orang Dekat
Dalam kesempatan ini, Ryan juga mengatakan kasus yang berhubungan dengan perempuan dan anak di Banda Aceh tahun ini meningkat dibandingkan tahun 2019.
"Terutama kasus berkaitan dengan pencabulan," tuturnya.
Namun, untuk angka kasus pastinya selama dua tahun terakhir, pihaknya belum bisa menyampaikan karena belum direkap.
"Kami akan merilis pada akhir tahun ini. Nanti berapa jumlahnya dan perbandingannya akan kami sampaikan," pungkas Ryan. Antara
Baca Juga: Kasus Pencabulan Anak di Banda Aceh Meningkat Sepanjang 2020