TNI Tembak Pengurus Gereja Papua, Picu Antipati ke Pemerintah Indonesia

Reza GunadhaBBC Suara.Com
Rabu, 28 Oktober 2020 | 16:40 WIB
TNI Tembak Pengurus Gereja Papua, Picu Antipati ke Pemerintah Indonesia
Ilustrasi [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tokoh gereja Katolik menilai, peristiwa penembakan yang berulang pada pengurus gereja di Papua bisa memicu perasaan antipati pada pemerintah Indonesia.

Alberto John Bunay, Pastor Pembina Orang Muda Katolik Keuskupan Jayapura, mengatakan hal itu menyusul tewasnya Rufinus Tigau, seorang pengurus gereja Katolik dalam kontak senjata antara kelompok bersenjata dan aparat keamanan Senin (26/10) lalu.

Meski disebut gereja Katolik sebagai pengurus, TNI - melalui Kepala Penerangan Kogabwilhan III (Timika, Papua), Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa mengklaim Rufinus adalah bagian kelompok bersenjata yang menyerang militer.

Insisden ini adalah peristiwa penembakan ketiga yang terjadi pada tokoh-tokoh gereja dalam kurun waktu dua bulan terakhir.

Baca Juga: Keuskupan Timika: Rufinus yang Dibunuh TNI Bukan OPM Tapi Katekis Gereja

Peneliti masalah Papua meminta pemerintah melakukan investigasi peristiwa ini secara cepat dan terbuka untuk menjaga kepercayaan warga Papua, mengingat posisi tokoh agama yang sangat penting di masyarakat.

Pewarta gereja

Keuskupan Timika menyatakan bahwa Rufinus Tigau adalah seorang pengurus gereja yang disebut sebagai pewarta atau katekis di Paroki Jalae, Intan Jaya, Papua, sejak tahun 2015.

Pewarta adalah mereka yang bertugas menerjemahkan khotbah dari bahasa Indonesia ke bahasa lokal kepada para jemaat.

Pernyataan tertulis yang dikeluarkan Administrator Diosesan Keuskupan Timika Pastor Marthen Kuayo, Selasa (27/10) itu membantah tudingan TNI bahwa Rufinus adalah bagian dari kelompok separatis atau kelompok bersenjata.

Baca Juga: TNI - Polri Tembak Mati Satu Gerilyawan Separatis Papua Merdeka

"Tuduhan bahwa Rafinus terlibat dalam gerakan separatis atau kelompok bersenjata yang dituduhkan kepadanya adalah tidak benar."

"Saat ini, Keuskupan Timika sedang menyusun laporan dan kronologis insiden penembakan yang menewaskan Rufinus," kata pernyataan itu.

"Sudah diincar lama"

Namun Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa mengklaim, Rufinus adalah bagian dari gerakan yang disebutnya Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata atau KKSB.

Ia mengatakan kelompok itu mengganggu warga dengan meminta jatah dana satu desa, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum desa.

Rufinus sendiri, kata Suriastawa, sudah diamati sejak peristiwa serangan pada anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang menyelidiki peristiwa pembunuhan pendeta Yeremia Zanambani, pada tanggal 9 Oktober 2020.

Dosen Universitas Gadjah Mada Bambang Purwoko yang merupakan anggota TGPF ditembak dan mengalami luka-luka. Dua anggota TNI yang mendampingi Bambang juga terluka.

"Dia [Rufinus] KKSB, sudah lama diincar... Ini sudah diikuti lama, sejak tanggal 9 (Oktober)."

"Saya melihatnya sekarang itu, entah pendeta, entah apa, begitu dia masuk kelompok KKSB yang meresahkan masyarakat, melawan TNI, melawan aparat pemerintah, dia akan berhadapan dengan TNI," kata Suriastawa.

Ia mengatakan kontak senjata terjadi karena kelompok itu melakukan penyerangan.

Rufinus, disebutnya, ditembak karena mencoba melakukan perlawanan pada pihak TNI.

Kasus ketiga dalam dua bulan

Rufinus adalah pengurus gereja ketiga yang tertembak dalam kurun waktu dua bulan terakhir atau setelah peristiwa penembakan Pendeta Yeremia Zanambani pada bulan September lalu.

Sebelumnya, Agustinus Duwitau, pewarta yang bertugas di gereja Katolik di Emondi, Distrik Sugapa, tertembak di bagian bahu kirinya pada minggu pertama bulan Oktober.

Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa menyebut penembakan itu terjadi karena Agustinus ditemukan membawa senapan dan terlihat mengendap-ngendap di dekat bandara Bilorai yang rawan.

Ketika diberi peringatan, Agustinus, katanya, malah lari, sehingga ditembak aparat yang mencurigainya sebagai anggota bersenjata.

Kini, Agustinus masih dalam perawatan.

Tokoh agama Katolik, Alberto John Bunay menyatakan sangsi dengan pernyataan TNI soal dua perwarta yang dicurigai sebagai anggota kelompok bersenjata itu.

"Itu cara pengalihan yang lazim dibuat oleh pemberi berita hoaks untu membenarkan tindakan penembakan yang mereka lakukan," ujar John yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi, Jayapura, Papua itu.

Ia lanjut menjelaskan pentingnya posisi pewarta bagi umat Katolik.

"Para pewarta itu, ketika ada sesuatu mereka jadi tempat bertanya, tempat memberi jalan keluar. Jadi, sebenarnya militer... aduh salah kaprah menurut kami.

"Menurut kami, itu hal yang membuat gereja tidak nyaman dengan negara ini karena kami sudah serukan bahwa semua bisa dibicarakan, tidak usah pakai kekerasan," kata John.

John, yang juga koordinator organisasi Jaringan Damai Papua, khawatir hal itu akan membuat warga antipati pada pemerintah.

"Dengan cara kekerasan begini, lama-lama menimbulkan antipati. Orang Papua merasa orang Papua bukan Indonesia itu makin kuat. Itu yang kami takutkan.

"Jadi bagus kalau Pak Jokowi bisa menarik kembali semua prajurit non-organik dari tanah Papua. Tidak apa-apa, tidak usah takut, Papua tidak akan pisah dari Indonesia tanpa militer ada di sini. Jangan takut," ujarnya.

Ia mengatakan pimpinan gereja berencana melaksanakan unjuk rasa damai untuk mendesak dihentikkannya semua bentuk kekerasan di tanah Papua karena hingga kini gereja "merasa seperti tidak didengarkan".

Investigasi cepat dan terbuka

Peneliti masalah Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri mengatakan pemerintah perlu menginvestigasi rangkaian kejadian itu secara cepat dan terbuka.

Apalagi, katanya, di Papua, posisi pemuka agama sangat penting.

"Kalau tidak ada proses penegakan hukum terbuka, objektif, dan dilakukan tuntas, maka berpotensi menimbulkan kebingungan masyarakat.

"Itu bisa meningkatkan ketidakpercayaan, terutama orang Papua terhadap pemerintah. Ini tentunya akan berdampak semakin buruk pada kondisi konflik di papua," katanya.

Sementara itu, Kepala Penerangan Kogabwilhan III Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa mengimbau tokoh agama untuk "meredam suasana".

"Jangan sampai dipengaruhi, didoktrin, dimanfaatkan dengan hal negatif," ujarnya.

Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mencari pihak yang bertanggung jawab dalam penembakan Pendeta Yeremia Zanambani.

Menkopolhukam Mahfud MD pada 21 Oktober lalu mengumumkan kesimpulan sementara TGPF, yakni aparat keamanaan diduga bertanggung jawab atas insiden itu.

Meski beitu, Mahfud mengatakan peristiwa itu bisa juga dilakukan oleh pihak keiga, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI